-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Bertahan di Tengah Keterpurukan: Potret Ekonomi Rakyat Bireuen

By On Selasa, Juli 29, 2025

Kondisi pedagang kawasan Jalan Pengadilan lama Bireuen sepi pembeli. 

BIREUEN, KabarViral79.Com - Udara pagi masih sejuk ketika Mak Piah mulai menggelar dagangan di teras rumahnya. Hanya ada beberapa jenis kue tradisional dan dua termos kopi sachet yang ia sediakan untuk pelanggan yang kini makin jarang datang.

Sejak pandemi dan krisis ekonomi melanda, pendapatannya tak menentu. Tapi ia tetap berjualan. Bukan karena untung, tapi karena tak punya pilihan lain.

“Kalau tak jualan, mau makan apa? Anak-anak pun belum ada kerja tetap,” katanya lirih, sambil membenahi tampah berisi pisang goreng yang mulai dingin.

Kini beban hidup makin berat. Harga kebutuhan pokok, terutama beras, melambung tinggi di pasar-pasar tradisional. Satu sak beras ukuran 15 kilogram yang dulu bisa dibeli dengan Rp165.000, kini melonjak jadi Rp195.000 hingga Rp245.000.

“Beras makin mahal, tapi penghasilan kami tetap. Mau tak mau kami harus ngurangi porsi makan,” kata Mak Piah, mencoba tersenyum, meski wajahnya menyiratkan kelelahan.

Ladang yang Tak Lagi Menjanjikan

Sektor pertanian yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi sebagian besar warga desa kini tak lagi menjanjikan. Petani di kawasan Peudada, Jeunieb, dan Pandrah mengeluhkan mahalnya pupuk, cuaca tak menentu, dan harga panen yang jauh dari layak.

“Kadang kami jual padi tak sampai menutup biaya tanam. Ironisnya, kami petani tapi beli beras pun berat sekarang,” kata Hasanuddin, petani di kawasan Jeunieb.

Pedagang sayur di kawasan Jalan Pengadilan lama Bireuen sepi pembeli. 

Kondisi ini memaksa sebagian petani beralih ke pekerjaan serabutan, meninggalkan sawah, atau bahkan merantau ke kota. Namun, harapan hidup di luar kampung pun tak selalu lebih baik.

Nelayan Pulang dengan Perahu Kosong

Di pesisir Kuala Raja dan Peulimbang, para nelayan kecil mengeluhkan tangkapan ikan yang makin sedikit. Laut yang dulu menjadi sumber penghidupan kini tak lagi ramah, ditambah dengan naiknya harga BBM dan rusaknya alat tangkap.

“Sekali melaut bisa habis 200 ribu untuk solar, tapi pulang kadang cuma bawa ikan untuk dimakan sendiri,” ujar Jamil, nelayan di Peudada.

Beberapa di antara mereka terpaksa menjual perahu atau meminjam uang kepada rentenir untuk bertahan hidup. Program bantuan nelayan dari pemerintah, menurut mereka, belum menjangkau kelompok paling bawah.

UMKM dan Pasar yang Sepi

Pasar-pasar tradisional yang dulunya ramai kini lengang. Pedagang kecil, penjual jajanan sekolah, tukang jahit, hingga pemilik warung mengeluhkan turunnya omzet drastis.

“Dulu sehari bisa dapat 300 ribu, sekarang 50 ribu pun syukur,” kata Zaitun, pedagang kelontong di Peusangan.

“Orang sekarang cuma beli beras dan minyak, barang lain lewat saja,” imbuhnya. 

Nelayan pesisir Bireuen saat pulang melaut dengan tangkapan yang kurang menguntungkan. 

Kondisi ini diperparah dengan minimnya pelatihan usaha, akses modal, dan promosi digital. Banyak UMKM di Bireuen berjalan hanya dengan semangat, bukan karena daya saing.

Begitupun buruh harian dan pekerja informal menjadi kelompok yang paling rentan. Tanpa penghasilan tetap, tanpa jaminan kesehatan, mereka hanya hidup dari satu kesempatan ke kesempatan lain.

Iskandar, buruh bangunan, mengatakan proyek kini makin sepi.

“Kalau ada kerja, alhamdulillah. Kalau tidak, ya ngutang sama tetangga,” ujarnya.

Sebagian besar dari mereka tak memiliki keterampilan tambahan. Pelatihan yang disediakan pemerintah dinilai tidak berkelanjutan dan tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja lokal.

Harapan yang Masih Tersisa

Di tengah kegetiran, masih ada harapan. Komunitas lokal mulai muncul membantu sesama—dari koperasi desa, kelompok tani, hingga pemuda kreatif yang membuka usaha kecil berbasis digital itupun belum tentu memberi harapan nyata.

Namun tanpa dukungan sistemik dari pemerintah daerah, upaya ini tak akan mampu menjadi solusi jangka panjang.

“Kami ingin bangkit, tapi tak bisa sendiri. Harus ada keberpihakan nyata dari kebijakan daerah,” ujar Fitriani, pelaku usaha kecil di Kecamatan Gandapura.

Beranjak dari itu, dinas terkait di Pemerintah Kabupaten Bireuen dibawah pimpinan Bupati Bireuen, H.Mukhlis dan Ir.Razuardi belum juga terlhat adanya gebrakan apapun, terutama menyangkut pertumbuhan disektor perekonomian daerah, terutama masyarakat menegah kebawah. (Joniful Bahri)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »