PANDEGLANG,
KabarViral79.Com - Menyikapi kegaduhan atas terbitnya Peraturan Gubernur Banten
tentang SOTK, sejumlah elemen Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung dalam
Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI) Provinsi Banten, bakal gelar
aksi simpatik damai di Kompleks KP3B Banten dan Gedung DPRD Banten, Kota
Serang.
Hal tersebut
disampaikan oleh Ketua DPW Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI)
Provinsi Banten, Entis Sumantri melalui siaran tertulisnya kepada sejumlah awak
media, Senin, (23/01/2023).
“Besok
(Selasa) kami akan gelar aksi simpatik damai di KP3B Banten dan Gedung DPRD
Banten, dengan tuntutan mendesak DPRD Banten Tolak Raperda SOTK, Batalkan
Pergub Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 tentang SOTK, serta ganti
Penjabat Gubernur yang sudah buat gaduh tanah Banten yang damai,” terangnya.
Aktivis HMI
Pandeglang tersebut juga menjelaskan duduk perkara aksi penolakan Raperda
tersebut atas dasar bahwa Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar pada Rapat
Paripurna DPRD Banten, Selasa (15/11/2022) telah menyampaikan usulan Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
Provinsi Banten, yang saat ini dalam proses pembahasan oleh Pansus DPRD Banten.
“Usulan
Raperda SOTK yang disampaikan Penjabat Gubernur Banten tersebut terkesan
dipaksakan dan diduga melanggar tugas pokok dan melebihi kewenangan seorang
Penjabat Gubernur serta diduga melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, sederhananya kan kalau rubah SOTK yah rubah juga RPJMD, kalau SOTK nya
dirubah gimana mau jalankan Program RPJMD,” tambahnya.
Pria yang
biasa disapa Tayo tersebut juga merasa kaget dengan kegaduhan keluarnya Pergub
Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 Tentang SOTK yang ditandatangani
Penjabat Gubernur Banten 23 Desember 2022 yang lalu.
“Raperda
SOTK nya aja masih dibahas dan belum disahkan, lah tiba-tiba terbit 4 (empat)
Peraturan Gubernur Banten Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 tentang SOTK yang
ditandatangani Penjabat Gubernur Banten Pada tanggal 23 Desember 2022, Pergub
itu kan penjelasan teknis dari Perda, lah ini Pergub nya sudah keluar sebelum
Perda ditetapkan, lah dasar hukumnya Pergub tersebut itu apa?,” jelasnya.
Terkait
dengan alasan Penjabat Gubernur Banten mengeluarkan Pergub tersebut yang
dituangkan dalam konsideran menimbang adalah Penyederhanaan SOTK, Tayo
menanggapi bahwa penyederhanaan yang dimaksud boleh dilakukan setelah adanya
Perda SOTK dan seyogyanya dilakukan oleh Gubernur definitif nanti.
Kami paham
semangat Efisiensi anggaran, tapi kalau alasanya itu, kenapa justru malah ada
penambahan Eselon IV di Satpol PP, kalaupun akan ada Penyederhanaan SOTK, kan
dasar hukumnya Perda, lah Perdanya aja belum ada kok sudah disederhanakan,
lagian nanti saja itu mah nunggu Gubernur Definitif, sekarang mah RPJMD
transisi sudah berjalan," tukasnya.
Tayo juga
menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 132A Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dilarang Melakukan Mutasi Pegawai dan
Membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya, tanpa Persetujuan
tertulis Mendagri.
“Baiknya
Penjabat Gubernur fokus saja pada dua hal, pertama sukseskan Program RPJMD
Pemerintah Provinsi Banten yang telah disahkan bersama oleh Gubernur sebelumnya
dan DPRD Provinsi Banten, Kedua, menyiapkan dan Mensukseskan Penyelanggaraan
Pemilu dan Pemilukada berikutnya dimasa transisi, udah itu aja,” pungkasnya.
Diberitakan
sebelumnya, Elemen masyarakat Banten yang tergabung dalam Jaringan Nurani
Rakyat Banten, sambangi Kantor Kementerian Dalam Negeri di Jakarta pada Jum’at
(20/01/2023) untuk mengadukan Pj.Gubernur Banten, Al Muktabar kepada Mendagri
atas terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 45,46,47 dan 48 Tahun 2022 yang diduga
melanggar Peraturan Perundang-an dan melebihi kewenangan Penjabat Gubernur.
Ketua
Jaringan Nurani Rakyat Banten, Ade Yunus menjelaskan bahwa Peraturan Gubernur
Tanpa Dasar Peraturan Daerah Secara teoritis maupun normatif hal tersebut
menyalahi kedudukan hukum peraturan perundang-undangan terhadap hierarki
peraturan perundang-
undangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah.
“Peraturan
Gubernur sebagai peraturan pelaksanaan dapat dibentuk ketika terdapat peraturan
pokoknya didaerah yaitu Peraturan Daerah, Raperdanya kan masih dibahas di DPRD,
ini malah terbit Pergubnya duluan, dalam hukum positif tidak Dibenarkan Pergub
Mendahului Perda,” Jelas Ade melalui keterangan tertulisnya, Jum’at (20/01/2023).
Pria yang
dikenal sebagai aktivis kritis di Banten tersebut menambahkan bahwa Kedudukan
Peraturan Gubernur secara hierarki Perundang-undangan merupakan Peraturan
Pelaksana dari Peraturan Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dalam Pasal 246 pada Ayat (1) “untuk melaksanakan Peraturan
Daerah atau kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan
Perkada/Peraturan Gubernur,”
“Apabila
Peraturan Gubernur dipaksakan berlaku dan mendahului Peraturan Daerah maka akan
menjadi preseden buruk serta merusak tatanan hukum dalam hierarki peraturan
perundang-undangan,” tegasnya.