-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

4 Kurir Sabu 24 Kg Ini Dituntut Seumur Hidup

By On Kamis, Juni 20, 2019


MEDAN, KabarViral79.Com – Terdakwa kurir sabu 24 kg Abdul Rahman menangis saat membacakan nota pembelaan dirinya dihadapan Ketua Hakim Saiddin Sibagariang, Selasa, 18 Juni 2019, di Pengadilan Negeri Medan.

Seperti dilansir dari Tribun-medan.com, Abdul Rahman tergabung bersama tiga komplotan kurir sabu lainnya yaitu Masdar, Teuku Turhamun (29) dan Fadhli alias Fatli (37) sebelumnya dituntut penjara seumur hidup.

Abdul Rahman tampak memelas dan tertunduk tatapannya tampak kosong. Dan ketika mulai membacakan pledoinya, lelaki 68 tahun ini tampak mulai berkaca-kaca sambil berbicara.

Ia bertutur bahwa dirinya hanya menjadi seorang suruhan membawa sabu dan meminta diringankan karena umurnya yang sudah renta dan masih ingin bertemu keluarga.

"Saya Abdul Rahman alias Bidul memohon kepada majelis hakim agar meringankan beban saya. Karena saya hanya disuruh menjadi kurir untuk membawa sabu, saya tidak tahu saya mengaku bersalah. Saya juga sudah tua saya masih ingin bertemu keluarga dan juga masih sebagai tulang punggung keluarga," tuturnya dihadapan Ketua Hakim Saiddin Sibagariang.

Hakim Saiddin pun menanggapi, "Seharusnya, kamu itu sudah tua, sudah 68 tahun, seharusnya kami itu berbuat yang baik untuk keluarga, bukan seperti ini. Siapa yang mau kamu nafkahi? Kan istri kamu ada dua," jelasnya.

Terdakwa lainnya, Masdar yang merupakan menantu Abdul Rahman juga meminta permohonan keringanan hukuman karena hanya diajak. Sedangkan Tengku Rahman dan Fadhli hanya dapat terbata-bata.

"Saya juga meminta diringankan pak Hakim, saya hanya diajak mertua saya dan saya berharap hukuman saya diperingan," cetus Masdar.

Setelah persidangan, Hakim menunda persidangan hingga 25 Juni untuk agenda sidang putusan.

Saat akan digiring ke rutan PN Medan, Teuku Turhamun dan Fadhli alias Fatli tampak terus menutupi mukanya dengan baju tahanan merahnya dan menggunakan tangannya.

Sedangkan, Abdul tampak lebih tenang, matanya tampak sebam usai menangis, ia menyebutkan bahwa dirinya sangat menyesal.

"Ya ini kesalahan, awak tak tahu kalau resiko seperti ini. Saya hanya berharap tidak divonis seumur hidup. Saya masih ingin diberi kesempatan sekali lagi untuk membuktikan kepada Majelis Hakim," tambahnya.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosinta menyebutkan dalam dakwaanya bahwa terdakwa Abdul Rahman melakukan kejahatannya di rumahnya sendiri di Jl Protokol, Air Joman, Asahan pada 7 November 2018.

"Sebagaimana dalam Pasal 84 Ayat 2 KUHAP, percobaan, atau permufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum Menawarkan Untuk Dijual, Menjual, Membeli, Menjadi Perantara Dalam Jual Beli, Menukar, Menyerahkan atau Menerima Narkotika Golongan I," tuturnya.

Ia menyebutkan, dari tangan terdakwa disita sabu seberat 24 kg dalam 24 kemasan warna kuning keemasan bertuliskan Guanyinwang.

Dimana kasus ini bermula pada 7 November 2018, penyidik Kepolisian telah menangkap terdakwa Masdar di Dusun I Desa Perupuk, Limapuluh, Batubara.

"Sebelumnya, penyidik telah mendapat informasi bahwa adanya sabu yang datang dari Malaysia melalui perairan Batubara. Kemudian penyidik menemukan terdakwa Masdar yang saat itu berada di belakang rumah yang berjarak 10 meter, penyidik menemukan 24 bungkus plastik berisi sabu seberat 24.000 gram dalam jaring ikan berwarna hijau yang ditanam di dalam tanah," tuturnya.

Setelahnya, langsung saja Masdar ditangkap dan mengatakan bahwa sabu tersebut milik terdakwa Abdul Rahman yany merupakan mertua Masdar sendiri.

"Lalu penyidik melakukan pencarian terhadap terdakwa Abdul dan sekitar pukul 05.00 Wib pada hari Rabu 7 November akhirnya menemukan Abdul yang saat itu sedang jalan di Air Joman Kab Asahan," teranga JPU.

Setelah ditangkap, Abdul mengakui bahwa sabu tersebut adalah milik dari Bosnya bernama Atak (DPO) yang berada di Malaysia dan terdakwa adalah orang kerja yang bertugas menerima paket Sabu di daerah Batubara.

"Saat ditangkap ia mengaku menyuruh menantunya Masdar untuk menjaga sabu 24 kg itu yang dimasukkan dalam jaring ikan hijau tua dan ditanam di belakang rumah terdakwa," tuturnya.

Ia juga mengakui bahwa sabu tersebut setelah diterima, menunggu perintah dan arahan bosnya Atak untuk selanjutnya akan dibawa ke Medan.

"Lalu penyidik mencoba untuk menjebak bandar sabu tersebut. Lalu penyidik meminta terdakwa memancingnya di Bandara Kualanamu. Lalu terdakwa menghubungi bosnya Atak dan mengatakan bahwa terdakwa telah mneunggu di parkiran RM Sederhana, Kuala Namu dengan menaiki Toyota Avanza," terangnya.

Selanjutanya, Bosnya Atak mengatakan agar mobil tidak dikunci dan kunci kontak diletakkan dalam mobil samping pintu, nanti akan ada yang menjemputnya.

"Para penyidik Kepolisian meminta Abdul Rahman untuk menghubungi kembali bosnya Atak, namun hingga pukul 17.00 Wib, tidak ada yang datang menjemput sabu tersebut," sebutnya.

Akhirnya penyidik memutuskan untuk menghentikan penyelidikan dengan cara Control Delivery dan dilanjutkan esok harinya. Keesokan harinya penyidik meminta menghubungi kembali bosnya Atak dan disepakati bahwa paket shabu akan diambil oleh orang suruhan Bos Atak di komplek perumahan TPI Ring Road Pasar 2 Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan.

"Dan terdakwa tetap mengikuti perintah dari Bos Atak. Perintah yang sama seperti sebelumnya dilakuakan dan mobil diparkirkan di pinggir jalan Komplek Perumahan TPI tersebut, sedangkan terdakwa menunggu di dalam rumah bersama penyidik sambil menunggu kedatangan orang yang akan menjemput barang," tambahnya.

Lalu kemudian sekitar pukul 17.00 Wib datang terdakwa lainnya Teuku Turhamun alias Nyak yang langsung mendekati mobil Avanza dan masuk ke dalam mobil Avanza tersebut.

"Langsung saja penyidik melakukan penangkapan Teuku Turhamun dan kemudian menangkap Fadhli alias Fatli yang sedang berjalan di pinggir jalan kompleks TPI tersebut," terangnya.

Setelah tertangkap kemudian penyidik melakuakan pengembangan lagi dimana terdakwa Teuku Turhamun menghubungi bosnya Ijal (DPO) lewat HP dan meminta kepada mereka untuk meletakkan mobil yang berisi shabu tersebut di parkiran Hotel Saka.

"Setiba di Hotel Saka, penyidik menyuruh Teuku Turhamun dan Fadhli menghubungi bosnya, namun ternyata bosnya Ijal telah mengetahui mereka tertangkap dan komunikasipun terputus, dan akhirnya keempat terdakwa diamankan," terangnya.

Dari pengakuan terdakwa, Abdul Rahman mengakui dari barang 24 kg sabu diupah perbungkus senilai Rp 20 juta.

"Sayakan nelayan, karena dapat iming-iming itu, lalu saya memulai perlengkapan penjemputan sabu ke tengah lautan, dan Atak mengirim uang sebesar Rp 40 juta untuk biaya penjemputan ke tengah laut. Itu saya lakukan pada 5 November 2018 di subuh dan menjemputnya di pinggir pantai sejarah Batubara," ungkapnya.

Kemudian, ia mengungkapkan sabu dijemput oleh Ondut dan Ranjes (DPO) yang kemudian ditanam di belakang rumahnya.

"Lalu saya menelefon menantu saya Masdar, kau jaga barang itu baik-baik, beli rokok, jangan tidur, lihat-lihat di belakang rumah kalau ada orang, kau lihat-lihat aja kalau ada orang datang ke belakang rumah," ungkapnya.

Ia menjanjikan akan memberi upah kepada Masdar sebesar Rp 10 juta. 

"Saya sendiri dijanjikan upah oleh Bos Atak perbungkus Rp 20 juta, dan jumlah keseluruhannya 24 bungkus dan akan mendapat upah Rp 480 juta rupiah dari seluruhnya," pungkasnya.

JPU Rosinta menyebutkan, keempatnya diancam Pidana dalam Pasal 114 (2) Jo Pasal 132 UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Dimana para pelaku bisa dipidana mati, juga penjara seumur hidup dan paling singkat 6 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 10 miliar," pungkasnya.

Sementara, Pengacara dari LBH Menara Keadilan, Desi Riana Harahap menyebutkan bahwa akan berupaya untuk para terdakwa terpenuhi hak-haknya di persidangan.

"Ya memang ini Pasal bisa dijerat hukuman mati maupun pidana seumur hidup. Tapi kita akan berupaya biar mendapatkan hukuman penjara," tuturnya.

Sementara itu, Abdul Rahman yang merupakan seorang nelayan di Batubara mengaku bahwa sebagian isi dakwaan ada yang tidak benar.

"Sebagaian tidak benar keterangannya itu. Belum bisa saya jelaskan, kemana lah saya sudah 66 tahun, juga ingatan awak udah lupa-lupa," cetusnya dengan wajah kebingungan.

Ia malah menyebutkan bahwa dirinya dijebak dan membantah telah menerima sabu dari Atak orang Malaysia.

"Mungkin dijebak, saya tidak tahu, saya nelayan di Batubara. Penyidikan saja saya enggak tahu. Si atak enggak ada kasih sabu, diakan orang Malaysia, aku aja enggak kenal," tuturnya dengan nada yang serau.

Saat ditanyai tentang penyesalannya membawa sabu. Abdul malah menjawab tak sama sekali menyesal.

"Apa yang disesali, enggak jelas lagi, memang saya enggak bersalah dibuat-buat," tutupnya dengan nada tinggi. (*)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »