SERANG, KabarViral79.Com – Pelaksanaan pembangunan pada lahan terdampak Tol Serang – Panimbang (Ser-Pan) yang dilakukan di Desa Bojong Catang, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Banten, dinilai sudah sesuai prosedur.
Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2012, ketika Pengadilan Negeri (PN) sudah menetapkan Penetapan Penitipan Uang Ganti Kerugian dan Kepala Kantor Pertanahan Serang selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) mengeluarkan surat pemberitahuan pemutusan hubungan hukum, sehingga secara hukum tanah tersebut sudah menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Oleh karenanya, alasan hak yang dimiliki orang per orang menjadi hapus, untuk kepentingan umum dengan membangun infrastruktur jalan tol.
Hal tersebut dikatakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Tol Serang – Panimbang Temmy Saputra saat dikonfirmasi awak media terkait pengosongan lahan milik warga yang terdampak Tol Serang – Panimbang di Desa Bojong Catang, Kecamatan Tunjung Teja, Kabupaten Serang, Selasa, 09 Juni 2020.
Menururutnya, dalam Undang-Undang sudah jelas secara hukum tanah tersebut sudah menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara untuk kepentingan umum.
“Jika ada pihak-pihak yang menghasut, menghalangi atau menolak bisa terkena pidana,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Rabu, 10 Juni 2020.
Untuk uang ganti kerugian pembayaran penggantian tanah yang terdampak proyek, Temmy menjelaskan, bahwa sudah ada dan dititipkan ke pengadilan, dan itu bisa dilakukan pengambilan kapan pun oleh pemilik lahan dengan pengantar dari P2T.
“Bisa diambil kapan pun uang tersebut sesuai dengan harga appraisal antar bidang yang variasi hasil dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) indenpenden, sambil menunggu keputusan inkraht, saya tidak bisa intervensi,” jelasnya.
Terkait putusan harga Rp250 ribu per meter yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri pada persidangan, Temmy menyayangkan hal tersebut lantaran Hakim memutuskan harga sama per meter per bidang tanpa dasar analisa perhitungan.
“Seharusnya Hakim tidak bisa memutuskan harga sama per meter per bidang itu tanpa dasar analisa perhitungan, yang berhak menentukan harga secara professional dan independen adalah ahli, yaitu KJPP. Memang Hakim punya kuasa penuh dalam mejatuhkan putusan, tapi kita juga punya hak melakukan upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” terangnya.
Lantaran hal tersebut, pihaknya tidak dapat mengikuti hasil Pengadilan Negeri, karena masih ada tahapan selanjutnya yang diproses, yaitu Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) dan tahapan selanjutnya ada Kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Jika dipaksakan pembayaran menurut harga yang diputuskan pengadilan, maka saya dianggap merugikan negara. Karena upaya hukum belum maksimal dilakukan oleh saya, menunggu hasil persidangan selanjutnya, dan jika saya tetap memaksakan membayar sesuai putusan, dari Kementerian Keuangan pun tidak akan mengganti dana talangan tersebut,” tuturnya.
Seharusnya, lanjut Temmy, warga dapat mengambil uang pengganti lahan tanahnya tersebut di Pengadilan, sambil menuggu hasil akhir proses hukum, jadi tidak ada yang dirugikan.
“Dalam hal ini, saya juga ingin dan berharap ada putusan akhir (inkracht) yang menguntungkan kedua belah pihak, tanpa ada intervensi dari pihak manapun. Jadi tidak ada yang melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku, semua berjalan lancar dan tanpa ada yang dirugikan,” tandasnya.
Sebaliknya, lanjut Temmy, jika dikatakan pihaknya merampas, maka itu tidaklah benar karena semua prosedur telah dijalankan.
“Tidak benar kami merampas tanah. Semua prosedur telah kami jalankan. Bahkan secara resmi, BUJT telah meminta pengamanan oleh aparat Kepolisian dalam pelaksanaan pekerjaan,” tutupnya. (Faiz)