JAKARTA, KabarViral79.Com – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kerpergok sedang asik main Handphone saat pembacaan pledoi kasus Morowali pada Senin, 19 April 2021, dinilai tidak patut dilakukan oleh seorang Wakil Tuhan tersebut.
Hal itu diungkapkan LQ Indonesia Lawfirm selaku kuasa hukum terdakwa kasus Morowali, Christian Halim, dalam siaran persnya, Senin, 20 April 2021.
Dalam video yang dilampirkan LQ sekitar 33 menit itu terlihat selama proses sidang berlangsung, Terdakwa yang mati-matian berusaha membela diri melalui "Pledoi" yang dibacakan oleh penasehat hukum dari LQ Indonesia Lawfirm, malah ditanggapi oleh Hakim yang terus bermain handphone dan perhatian fokus ke bawah melihat dan memainkan Handphonenya.
Kasus Sidang Morowali santer diberitakan menguak dugaan keterlibatan Pejabat Kejagung bintang 2 dan oknum lawyer yang menyebut bahwa nama "Kapolri" sudah mengatensi kasus agar dibantu Kajati Jawa Timur.
Dijelaskan LQ, spesialnya kasus tersebut sehingga di setup sedemikian rupa bukan karena sosok terdakwa Christian Halim melainkan sang Pelapor yang adalah anak pemilik Kapal Api Grup, Christeven Mergonoto, Direktur PT Santos Jaya Abadi, bisnis raksasa di Surabaya.
Anggota DPR Komisi III, Arteria Dahlan pun pernah menyebut dengan tegas nama Soedomo, ayah dari Christeven sebagai terduga markus yang banyak bermain di Surabaya.
Selain pelapor kasus di Surabaya, ternyata Christeven Mergonoto adalah Komisaris di PT Kahayan Karyacon yang melaporkan Direktur, dan lawyernya bisa menyuruh oknum Brimob melakukan eksekusi pabrik tanpa surat perintah dan surat tugas apapun.
Hebatnya, pengaruh golongan atas yang mampu menyuruh Aparat Penegak hukum, seperti Brimob, bahkan untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturan Undang-Undang.
Kali ini, LQ Indonesia Lawfirm berhadapan dengan para oknum, dimana ketika perkara masih dalam proses penyidikan di Kepolisian, sudah diketahui siapa Jaksa yang akan menangani kasus, yaitu Dhini selaku Kasubsi Oharda.
Dhini menyebut Hakim Ginting sebagai Hakim yang akan menyidangkan ketika berkas perkara masih di Kepolisian.
Konon dalam pertemuan di Restoran Seribu Rasa, Plaza Indonesia, yang membahas kasus Christian Halim, hadir pula seorang Hakim Agung, Prof AL yang akan ke PN Surabaya, dan bertemu Majelis Hakim yang menyidangkan.
Kasus Christian Halim bukan kasus pidana, melainkan kasus perdata, dimana secara sepihak Christian disuruh berhenti bekerja, dan ketika menagih haknya, malah dilaporkan Polisi, dan alat berat miliknya malah diambil oleh si Pelapor.
Christian lalu ditahan dan dalam waktu tiga bulan sidang, sudah terjadi 4x perubahan Majelis Hakim yang menyidangkan. Bahkan di tahap akhir persidangan, Hakim diganti lagi.
Hakim yang menggantikan sama sekali tidak tahu duduk perkara dan hadir dalam tahap pemeriksaan terdakwa terlihat kebingungan dan tidak banyak bertanya dalam pemeriksaan saksi dan terdakwa.
“Sidang terlihat layaknya dagelan dan sandiwara. Majelis tidak perduli dengan duduk perkara, dan kebenaran materiil, melainkan hanya mau cepat-cepat sidang selesai, dan menghukum terdakwa,” ujar Advokat Jaka Maulana, SH dari LQ Indonesia Lawfirm dengan kecewa.
“Buktinya apa? Lihat saja video ini dimana hakim di sebelah kiri terus bermain handphone dan tidak perduli dan tidak memperhatikam jalannya sidang? Kenapa?,” pungkas Jaka.
Menurut Jaka, mereka sudah punya putusan pesanan dan tidak perduli dengan isi pledoi dan kebenaran materiil.
“Info yang diperoleh dari pemeriksaan pejabat bintang 2 di Kejagung adalah sudah ada putusan pesanan, sehingga tidak perlu Hakim mendengarkan dan memperhatikan pledoi, apalagi mencari kebenaran materiil,” kata dia.
Jaka juga mengatakan, ketika Penasehat Hukum meminta Hakim agar mendengarkan keterangan saksi kunci, Hakim menolak permintaan Penasehat Hukum dengan alasan Jaksa tidak mau menghadirkan saksi.
“Padahal Pasal 160 ayat 1(c) KUHAP jelas mengatur kewajiban Hakim ini. Majelis Hakim dalam perkara Christeven jelas sekali enggan mencari kebenaran materiil. Ini menambahkan keyakinan Penasehat Hukum bahwa sidang ini sudah diatur dari awal putusan vonisnya,” paparnya.
Terdakwa Christian Halim saat membacakan pledoi pribadinya dalam persidangan mengatakan, dirinya dari awal punya itikad baik, dan tidak ada niatan untuk menipu.
“Jika saya mau menipu, saya bisa ambil uang Rp20.5 milyar, dan bawa kabur seluruhnya. Untuk apa saya kerjakan proyek dan hasil audit. Saya malah rugi Rp22 milyar pengeluaran. Padahal uang yang diberikan pelapor hanya Rp20.5 milyar. Saya nombok Rp1.5 milyar mengunakan uang pribadi saya sendiri. Saya mohon keadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Advokat Natalia Manafe, SH yang juga dari LQ Indonesia Lawfirm menambahkan, seorang Hakim merupakan Wakil Tuhan dalam persidangan, namun kerjanya bermain handphone, dan tidak mau memperhatikan dalil dan pembelaan terdakwa.
“Keadilan yang dimohonkan, apa masih ada di Indonesia? Lalu, Ketua Majelis Hakim mengatakan 3 hari putusan yah. Memang hebat Hakim di Indonesia. Senin pledoi, Kamis sudah putusan. Padahal, Selasa dan Rabu masih full sidang. Kira-kira apakah ke 3 hakim punya waktu pelajari berkas, baca dakwaan, keterangan saksi, alat bukti surat, tuntutan dan pledoi, serta membuat pertimbangan hukum dalam waktu 3 hari yang padat jadwal?,” ujar Advokat Natalia Manafe, SH dengan nada gusar.
“Apa gunanya sidang dan pemeriksaan saksi jika Majelis Hakim tidak mau bekerja dan mendengarkan jalannya sidang? Langsung saja berikan vonis. Bagaimana Hakim mau dihormati masyarakat, apabila nasib orang tidak diperdulikan dan kerjanya mainan Handphone?,” tambah Advokat Jaka Maulana, SH yang sebelumnya melaporkan Majelis Hakim ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran etik.
Ditanya mengenai tanggapan atas pelaporan Komisi Yudisial, Jaka menambahkan, pihaknya pesimis Komisi Yudisial mau menindak oknum hakim.
“Mana ada jeruk makan jeruk? Aduan kami hingga hari ini tidak ditindaklanjuti. Padahal surat aduan, dan bukti-bukti sudah kami serahkan ke Komisi Yudisial,” pungkasnya.
Hal senada dikatakan Co Founder LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Leo Detri, SH, MH. Ia mendesak Menkopolhukam, Mahfud MD; dan Ketua Mahkamah Agung untuk melihat situasi masyarakat yang ditindas.
“Pak Menkopolhukam dan Ketua Mahkamah Agung, lihat dong situasi masyarakat yang ditindas, jangan hanya pencitraan. Bukti-bukti sudah kami berikan berupa Video nyata dan jelas. Bahkan aduan dan laporan Polisi sudah kami daftarkan, tapi semua tumpul,” ujar Leo Detri.
“Ini bukti ‘Hukum tajam ke bawah dan Tumpul ke Atas’. Ketika yang dilaporkan adalah oknum kelas atas dan oknum pejabat, dijamin laporan mandek dan tidak ada tindaklanjut,” tegasnya.
“Pak Mahfud yang terhormat, ini bukan hanya nama Kapolri, pejabat bintang dua Kejaksaan SESJAM. Kali ini ada oknum Hakim Agung terlibat dalam perkara dengan pelapor anak pemilik Kapal Api Grup di Surabaya dibawa. Apa jadinya Indonesia jika pejabat tinggi aparat penegak hukum diisi oleh oknum-oknum Markus?,” tandasnya.
“Apakah Pak Mahfud masih punya hati membersihkan tatanan hukum dan memberi keadilan bagi masyarakat? Tolong atensi dan copot para oknum Aparat penegak hukum segera. Karena kerjaan mereka hanyalah menindas masyarakat,” tutup mantan Kakanwil Hukum dan HAM itu.
Sumber: LQ Indonesia Lawfirm