BIREUEN, KabarViral79.Com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, SH, MH didamping Kasi Pidum Dedi Maryadi, SH, MH serta Jaksa Fasilitator melakukan upaya penghentian penuntutan terkait kasus perkara penelantaran.
Penghentian penuntutan perkara kasus penelantaran itu dilakukan berdasarkan keadilan restorative (Restorative Justice) atas nama tersangka berinisial M dengan korban berinisial FM, berlangsung di ruang rapat Kajari Bireuen, Jumat 12 Mei 2023.
Penuntut Umum selaku Fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta tahapan Pelaksanaan Proses Perdamaian (Sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021).
Terakhir kedua belah pihak bersedia untuk melakukan perdamaian dengan ikut menandatangani kesepakatan perdamaian.
Menurut Munawal Hadi, tersangka telah menyadari apa yang telah dilakukannya, dan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum, telah meminta maaf kepada korban dan menyesali perbuatannya.
Korban/orang tua/wali/pendamping korban sepakat untuk melakukan perdamaian dengan tersangka, dan tokoh masyarakat juga berharap kejadian tersebut tidak terulang kembali.
“Usai dilakukannya proses perdamaian, para pihak sepakat perdamaian dilakukan dengan syarat menyerahkan uang sejumlah Rp24 juta dari tersangka untuk biaya pengganti nafkah selama 11 bulan kepada korban yang selama ini tidak diberi nafkah,” sebutnya.
Penggunaan uang sebesar Rp24 juta tersebut sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya.
Kajari menjelaskan, adapun kronologis kejadian penelantaran tersebut, pada Jumat, 24 Juni 2022, sekira pukul 16.30 WIB, di rumah orang tua korban FM, tepatnya di Desa Gampong Mulia, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen.
Saat itu, korban FM menelpon tersangka M menanyakan keberadaannya, karena tersangka sudah empat hari tidak pulang ke rumah orang tua korban FM.
Namun baru saja korban FM mengucapkan salam, tersangka M langsung menanyakan keberadaan Ibu kandung korban FM, yaitu saksi N dan tersangka menyuruh memberikan handphone kepada saksi.
Setelah korban FM memberikan handphone kepada saksi N, tersangka menyuruh saksi untuk berbicara dengannya tanpa didengar oleh korban FM.
Namun dikarenakan saksi N tidak enak hati mendengar perkataan dari tersangka, maka saksi membesarkan volume handphone, dan korban FM ikut mendengarkan pembicaraan antara saksi dengan tersangka.
“Saat itu tersangka M mengatakan tidak akan pulang ke rumah orang tua korban FM selamanya. Alasan korban FM tidak melayani tersangka dengan baik serta korban FM tidak dapat memuaskannya saat melakukan hubungan suami istri,” bebernya.
Setelah mengatakan hal tersebut, tersangka langsung menutup telepon dan menonaktifkan handphonenya sehingga korban FM tidak dapat berkomunikasi kembali untuk menanyakan perkataan dari tersangka.
Setelah hari itu, tersangka tidak pernah lagi menelepon korban FM dan tidak pernah pulang ke rumah korban FM.
Pasca pembicaraan beberapa tersebut korban FM tidak pernah lagi dinafkahi baik secara lahir maupun bathin oleh tersangka.
Semenjak tersangka M tidak pulang ke rumah orang tua korban FM, dan tidak memberikan nafkah baik lahir maupun bathin kepada korban FM. Sementara yang memberikan uang untuk kebutuhan hidup korban FM adalah orang tua korban FM, yaitu saksi N.
Tersangka M adalah suami sah dari korban FM sesuai dengan Kutipan Akta Nikah korban FM dengan tersangka M yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Peudada dengan Nomor : 0062/014/V/2022 tanggal 17 Mei 2022.
Semenjak tersangka meninggalkan korban FM, sejak 24 Juni 2022 sampai dengan Mei 2023 (11 bulan), tersangka tidak lagi memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan terhadap korban sebagai istri sahnya.
“Akibat perbuatannya tersebut, tersangka disangka telah melanggar Pasal 49 Huruf (a) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” terangnya. (Joniful Bahri)