![]() |
H. Retno Juarno. |
TANGERANG, KabarViral79.Com – Kembali, puluhan masyarakat petani di Kp Kaliasin RT 01 RW 03, Desa Kaliasin, Kecamatan Sukamulya, menolak rencana lokasi proyek pengadaan lahan dan pembangunan untuk gedung SMAN 30 Kabupaten Tangerang yang akan dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
Sementara proses penggusuran akan segera dilakukan. Hal ini membuat kebingungan dan keresahan bagi para petani. Karena mereka menduga belum adanya kesepahaman antara petani Desa Kaliasin dengan pelaksanaan yang di duga sengaja dilakukan oleh Pemerintah Daerah tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan, demokratis dan keadilan.
Dalam keterangannya, H. Retno Juarno selaku Tokoh masyarakat Kecamatan Sukamulya menilai, proses tersebut tidak sesuai dengan UU No: 2/2012 serta Perda No: 8/2011, dimana dalam kajian FS tidak dilakukan Uji Publik terhadap lokasi tersebut. Padahal sejak awal terjadi adanya penolakan dari warga sekitar, namun seolah oknum-oknum broker tanah tersebut sudah "Kongkalingkong" dengan sejumlah pemangku kebijakan.
“Saya yakin ini jelas ada konspirasi terselubung, apalagi proses pengadaan lahan tersebut dinilai memiliki kesalahan dalam administratif hingga cenderung menguntungkan sekelompok orang saja,” ujarnya.
Selama ini, kata dia. seluruh warga masyarakat Kecamatan Sukamulya sangat mendukung pengadaan dan pembangunan tersebut.
“Akan tetapi, kami selaku masyarakat juga meminta pemerintah menjalankan proses (tahapan) sebagaimana yang telah diatur,” ucap H. Retno Juarno.
“Harusnya keputusan yang keluar itu berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan warga, bukan keputusan sepihak (pemerintah saja-red),” tegasnya.
Ia menilai, Pemerintah Daerah tidak menjalankan tahapan proses pengadaan tanah dengan benar. Sebagaimana yang telah diatur dalam UU. Misalnya saja soal penentuan kompensasi atas objek, BPN melakukannya sepihak tanpa proses musyawarah dengan warga.
“Hal ini tentu tidak sejalan dengan azas pengadaan dalam UU No.2 Tahun 2012, yaitu Asas Kemanusiaan, Keadilan, Kemanfaatan, Kepastian, Keterbukaan, Kesepakatan, Keikutsertaan, Kesejahteraan, Keberlanjutan, dan Keselarasan,” tuturnya.
Menurutnya, data seharusnya sesuai dengan kondisi dilapangan, juga soal Penilaian Team Appraisal terhadap objek yang dilakukan oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN) harus obyektif.
“Jelas ini tidak sesuai dengan prinsip yang dianut dalam UU No 2 Tahun 2012, belum lagi fakta di lapangan. Karena dalam penentuan suatu keputusan seperti Proyek Infrastruktur ini, seringkali hanya berfokus pada issue-issue teknis dan harapan terhadap hasil pembangunannya nanti, namun mengabaikan dampak sosial dari pembangunan, tersebut,” pungkasnya.
“Insya Allah, rencananya dalam waktu deket, kami Forum Masyarakat dan Tokoh Kecamatan Sukamulya (FORTOMUYA) akan segera menyerahkan berkas-berkas dan melaporkan dugaan adanya praktik mall administrasi ini kepada KPK di Jakarta,” ujarnya.
Sementara itu, Japarudin BJ selaku Ketua Ormas Pendekar Banten Korcam Sukamulya menegaskan, jangan-jangan ada permainan dugaan CCO pada proses penunjukan lokasi ini.
Menurutnya, pemerintah hendaknya sesuai regulasi dan juga melihat serta memperhatikan kelompok-kelompok rentan yang terdampak dari rencana pengadaan dan pembangunan tersebut, karena itu untuk memastikan tidak ada warga masyarakat yang dirugikan.
“Artinya, perhatian terhadap kelompok tersebut tidak saja dilakukan pasca pelaksanaan pembangunannya, namun penting juga dilakukan pra pelaksanaan pembangunan (saat proses pembebasan lahan-red). Karena jika ini tidak diperhatikan maka akan berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat,” tuturnya.
“Saya pribadi justru khawatir, jika nantinya tujuan pembangunan nasional (sarana pendidikan-red) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga mencerdaskan kehidupan bangsa, ternodai oleh proses pengadaan lahan yang merugikan dan membuat masyarakat tidak sejahtera, karena mengabaikan prinsip berkeadilan tersebut,” ucapnya.
“Ingat, pembangunan yang berkeadilan perlu dipastikan dilaksanakan oleh Pemerintah, tidak sekedar jargon saja, untuk memastikan semua kelompok marjinal rentan dan difabel terpenuhi hak-haknya, baik sebelum pembangunan dilaksanakan maupun maupun sesudahnya,” terang Japarudin BJ.
“Intinya, Pemerintah harus meninggalkan cara-cara lama dalam melakukan pembebasan lahan warga. UU Nomor 2 Tahun 2012 telah memberikan arahan dalam menjalankan proses pengadaan lahan bagi kepentingan publik, dan semestinya itu menjadi panduannya,” terangnya.
“Saya cuma ingin bertanya, apa mungkin dalam pengadministrasian sebuah transaksi tanpa melibatkan Pemerintah Kecamatan Sukamulya maupun Pemerintah Desa Kaliasin. Ini aneh bin ajaib. Lalu bagaimana nantinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksanya? Hebat juga ini oknum yang bermain di dalamnya,” pungkasnya kesal. (Reno)