-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Keroposnya Pilar Komersialisme Pers dan Realitas Politik Kita

By On Sabtu, Agustus 24, 2024


Oleh: Husen Mony

Pers sebagai lembaga demokrasi, memiliki tiga pilar utama sebagai penyokongnya. Tiga pilar dimaksud adalah idealisme, profesionalisme, dan komersialisme.

Konsep idealisme sebagai pilar penyanggah pers bermakna bahwa kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan berorientasi pada pengupayaan berbagai kondisi-kondisi ideal bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Kondisi-kondisi ideal yang dimaksud, sebut saja seperti keadilan, kesejahteraan, hak asasi manusia, penegakan hukum, demokratisasi, dan lain sebagainya. Pilar idealisme secara praktis muncul dalam peran, fungsi, dan tujuan pemberitaan.

Berita secara manifest adalah update tentang peristiwa yang tengah terjadi. Namun, secara laten berita adalah “alat” pers untuk mengupayakan kondisi-kondisi ideal di atas.

Dalam rangka mencapai kondisi-kondisi ideal tersebut, pers harus profesional. Profesionalitas di sini menjadi tanggung jawab dua pihak, yaitu media sebagai institusi pers, dan wartawan sebagai pelaksana kegiatan jurnalistik.

Media pers harus profesional, begitu pun wartawannya juga harus profesional. Pilar profesionalitas dalam pers kemudian diterjemahkan dalam pembuatan regulasi; undang-undang dan kode etik.

Dalam konteks Indonesia hari ini, agar pilar profesionalisme sebagai penyangga pers tetap berdiri kokoh, dihadirkanlah UU Pers No. 40 tahun 1999. Kode etik jurnalistik juga dibuat untuk lebih mengkonkretkan upaya tetap mengokohkan pilar profesionalisme itu.

Dalam hal ini, fokus profesionalisme sebagaimana tertuang dalam kode etik jurnalistik, mengarah pada profesionalisme wartawan dalam kerja-kerja mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Profesionalisme juga fokus pada karya jurnalistiknya.

Pada akhirnya, untuk menciptakan pers profesional yang memiliki orientasi ideal buat masyarakat, bangsa, dan negara, dibutuhkan sokongan komersial (baca ekonomi). Komersialisme sebagai pilar penyangga sama pentingnya dengan dua pilar sebelumnya.

Komerasialisme artinya bahwa pers juga harus berorientasi pada finansial atau mencari keuntungan. Ini dalam rangka menjamin dua hal, yaitu: keberlangsungan proses produksi dan distribusi (kegiatan jurnalistik) di dalamnya, serta jaminan kesejahteraan karyawan (terutama jurnalis).

Muncul kemudian praktik komodifikasi dalam pers untuk menguatkan pilar komersialismenya tersebut. Secara praktis, pers mengkomodifikasi berbagai hal di dalamnya, namun yang biasanya ditampakan secara umum ke publik adalah berita dan konsumen (pembaca, traffic, dan audience).

Berita menjadi produk jualan pers kepada konsumen untuk memperoleh pendapatan. Konsumen kemudian juga “dijual” lagi kepada pengiklan.

Komersialisme sebagai pilar penyangga pers, secara normatif diamanatkan dalam Pasal 3 UU Pers No. 40 Tahun 1999, yaitu: di samping fungsi media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial (ayat 1), pers juga memiliki fungsi ekonomi (ayat 2).

Fungsi ekonomi ini yang kemudian “membolehkan” pers mencari keuntungan dalam kerja-kerja jurnalistiknya. Secara ideal, ketiga pilar penyangga pers tersebut harus berada pada posisi sama

Ibaratnya, tinggi-rendahnya harus sama untuk tetap menjaga keseimbangan pers. Jika salah satu dari ketiga pilar itu lebih tinggi atau lebih kokoh, maka berpotensi merusak pers

Sebaliknya, jika ada salah satu pilarnya lebih rendah atau lebih keropos dari yang lain, maka Pers akan ambruk. Idealisme pers tidak akan tercipta tanpa kerja-kerja profesional yang ditunjukan oleh pers.

Namun, untuk menghidupkan dan menjaga profesionalisme, pers membutuhkan komersialisme. Orientasi kepada komersialisme secara membabi-buta, dapat menjauhkan pers dari tujuan-tujuan idealnya.


Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Politik & Jurnalistik/Penulis

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »