-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Tangan-tangan Serakah di Balik Banjir Bandang Bireuen Aceh: Ketika Keserakahan Merenggut Rumah, Harapan, dan Nyawa

By On Sabtu, Desember 13, 2025

Satu unit rumah warga di Balee Panah, Juli, Kabupaten Bireuen, Aceh, nyaris ambruk ditepi sungai dan berlatar tumpukan kayu gelondomgan yang masih menumpuk di pinggir sungai.  

BIREUEN, KabarViral79.Com - Air bah itu datang tanpa kompromi. Deru banjir bandang bercampur longsor menyeret apa saja yang dilewatinya: rumah warga, lahan pertanian, fasilitas umum, bahkan nyawa manusia.

Namun di balik amukan alam yang tampak buas itu, terselip jejak tangan-tangan serakah manusia yang selama ini perlahan mengoyak benteng alam, membuka lahan demi keuntungan pribadi, dan menutup mata terhadap keselamatan sesama.

Kayu-kayu gelondongan yang hanyut terbawa arus bukan sekadar sisa hutan yang roboh secara alami. Ia adalah bukti bisu dari pembabatan hutan, perluasan lahan ilegal, dan penggundulan kawasan pegunungan yang seharusnya menjadi penyangga kehidupan.

Saat hujan deras mengguyur, hutan yang telah kehilangan fungsinya tak lagi mampu menahan air. Lereng rapuh runtuh, sungai meluap, dan banjir bandang pun berubah menjadi algojo bagi warga yang tinggal di hilir.

Di sejumlah titik di Kabupaten Bireuen, Aceh, rumah-rumah warga rata dengan tanah. Sawah dan kebun yang selama ini menjadi sumber penghidupan lenyap seketika. Jalan, jembatan, dan fasilitas umum rusak parah.

Bantalan kerangka baja jembatan Pante Lhong, Peusangan, Kabupaten Bireuen, Aceh, ambruk dan putus membelah, salah satu infrastuktur yang harus dibayar malah pasca diterjang banjir bandang. 

Lebih memilukan, bencana ini juga merenggut nyawa warga, orang-orang yang sama sekali tak pernah ikut menebang hutan atau meraup untung dari kayu dan lahan yang dijarah. Warga menyebut bencana ini bukan semata-mata takdir.

"Ini akibat ulah manusia," ujar seorang warga Kota Bireuen dengan mata berkaca-kaca, sembari menunjuk sisa-sisa kayu gelondongan yang tersangkut di puing rumah.

Baginya dan banyak warga lain, para pelaku illegal logging, pembabat hutan, hingga pihak-pihak yang diduga ikut merusak kawasan pegunungan, telah menyeret masa depan masyarakat ke jurang kehancuran.

Kerusakan lingkungan yang dibiarkan bertahun-tahun kini menagih harga mahal. Bukan hanya kerugian materi, tetapi juga trauma mendalam dan rasa kehilangan yang tak tergantikan. Anak-anak kehilangan rumah, orang tua kehilangan ladang, dan sebagian keluarga kehilangan anggota tercinta.

Ironisnya, di tengah penderitaan warga, pertanyaan besar masih menggantung: siapa yang bertanggung jawab? Hukum sering kali tampak tumpul ke atas, sementara masyarakat kecil harus menanggung akibat paling parah.

Padahal, bencana ini adalah akumulasi dari keputusan dan pembiaran dari penebangan liar yang tak ditindak tegas, hingga alih fungsi lahan yang mengabaikan daya dukung lingkungan.

Bireuen kini menjadi cermin buram tentang bagaimana keserakahan dapat berubah menjadi bencana kemanusiaan. Alam yang dirusak akan selalu mencari cara untuk menagih balas. Jika tangan-tangan serakah terus dibiarkan bekerja tanpa kendali, maka bukan hanya rumah dan lahan yang hilang, tetapi juga masa depan generasi yang akan datang.

Bagi warga Bireuen, harapan kini bertumpu pada keadilan dan keberanian negara untuk bertindak tegas. Menindak pelaku perusakan lingkungan bukan sekadar soal hukum, melainkan upaya menyelamatkan nyawa, menjaga alam, dan memastikan tragedi serupa tak terus berulang. Sebab, ketika hutan terakhir tumbang, yang runtuh bukan hanya pepohonan melainkan juga kemanusiaan. (Joniful Bahri)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »