-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Kejari Bireuen Kembali Lakukan RJ Kasus Pidana Penganiayaan

By On Jumat, Januari 26, 2024

Kejari Bireuen kembali melakukan upaya perdamaian, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (RJ) terkait tindak pidana penganiayaan tersangka M dan korban S serta NS, di kantor Kejaksaan setempat, Kamis, 25 Januari 2024 kemarin. 

BIREUEN, KabarViral79.Com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen kembali melakukan upaya perdamaian, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (RJ) terkait  tindak pidana penganiayaan yang dilakukan tersangka berinisial M terhadap korban S  serta NS, di kantor Kejaksaan setempat, Kamis, 25 Januari 2024.

Proses perdamaian terhadap tiga warga yang merupakan tuna wicara itu dipimpin oleh Kasi Pidum Dedi Maryadi, SH, MH ikut didampingi Aditya Gunawan, SH, MH selaku Jaksa Fasilitator.

Perdamaian itu juga dihadiri kedua pihak korban dan kedua tersangka, termasuk keluarga dan perangkat gampong dari kedua pihak.

Kejari Bireuen, Munawal SH, MH menjelaskan, perkara ini bermula pada, Sabtu, 16 September 2023 lalu, saat itu korban S bersama korban NS sedang makan di Cafe Teras Rumah, di Desa Pulo Kiton, Kota Juang, Bireuen.

Secara tiba-tiba tersangka M datang ke Cafe tersebut dan langsung memukul kepala korban S dan NS di bagian pelipis mata kanan. Lalu saksi F ikut melerai kejadian tersebut dan menyuruh tersangka pergi dari lokasi itu.

Usai tersangka M pergi, saksi korban S menghubungi saksi lainnya dan menceritakan kejadian yang dialami korban S dan NS. Saksi tersebut menyuruh korban S dan NS pergi ke rumahnya yang bertempat di Desa Krueng Juli. Sesampainya di depan rumah saksi, korban kembali bertemu dengan tersangka M.

“Tersangka M ikut menabrak sepeda motornya ke sepeda motor korban, kemudian tersangka M langsung membacok kepala korban S dengan menggunakan sebilah parang, sehingga korban mengalami pendarahan. Lalu kedua korban ini kemudian dibawa ke rumah sakit,” katanya.

Akibat perbuatan tersangka tersebut, korban S mengalami luka robek di kepala bagian tengah belakang dengan ukuran panjang 3 cm dan lebar 0,5 cm, bengkak di kepala kiri dengan ukuran 2 cm dan lebar 1 cm, memar kemerahan di kepala kiri dengan ukuran panjang 1,5 cm dan lebar 1 cm, luka lecet di kepala bagian kiri dengan ukuran panjang 1 cm dan lebar 0,5 cm, luka lecet di dahi kiri dengan ukuran panjang 1 cm dan lebar 0,5 cm, serta luka lecet di alis kiri dengan ukuran panjang 1 cm dan lebar 0,4 cm.

“Sedangkan korban NS mengalami luka lecet di dahi kanan dengan ukuran panjang 1,5 cm dan luka lecet di sudut mata kanan dengan ukuran panjang 3 cm dan lebar 1 cm,” jelasnya.

Atas perbuatan tersangka M tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana.

Selanjutnya kedua belah pihak sepakat berdamai setelah dimediasi oleh Jaksa Fasilitator pada Kejari Bireuen. Tersangka sepakat membayar biaya pengobatan kedua korban sebesar Rp9 juta dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Selanjutnya, perkara ini akan diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menunggu ekspose bersama JAM PIDUM agar disetujui penghentiannya.

Sidang perdamaian dilaksanakan, Kamis 25 Januari 2024 di Kantor Kejaksaan Negeri Bireuen. Sidang dipimpin oleh Kasi Pidum Dedi Maryadi, SH, MH, didampingi Aditya Gunawan, SH, MH, selaku Jaksa Fasilitator.

Pada sidang tersebut, kedua belah pihak mengungkapkan kronologi kejadian dan kerugian yang dialami. Korban S mengalami luka robek di kepala dan bengkak di kepala, sementara korban NS mengalami luka lecet di dahi dan sudut mata.

Setelah mendengarkan keterangan kedua belah pihak, Jaksa Fasilitator menawarkan perdamaian. Kedua belah pihak sepakat berdamai dengan syarat tersangka bersedia membayar biaya pengobatan kedua korban sebesar Rp9 juta dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.

Tersangka M bersedia memenuhi syarat tersebut. Selanjutnya, perkara ini akan diteruskan ke Kejaksaan Tinggi Aceh untuk menunggu ekspose bersama JAM PIDUM agar disetujui penghentiannya.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan salah satu upaya yang dilakukan Kejaksaan untuk mewujudkan keadilan yang berkeadilan. Keadilan restoratif berfokus pada pemulihan korban dan perbaikan hubungan antara korban dan pelaku.

“Dalam kasus ini, kedua belah pihak telah sepakat berdamai dan korban telah menerima permintaan maaf dari pelaku. Kejaksaan memandang bahwa, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan solusi yang tepat dalam kasus ini,” sebutnya. (Joniful Bahri)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »