-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Ketika Bireuen Tenggelam: Ada Sebutir Asa di Balik Derasnya Hujan Sepekan

By On Selasa, Desember 02, 2025

Bundaran simpang empat Bireuen ikut tergengani air yang biasanya jarang terjadi, apalagi di tengah pusat kota. 

BIREUEN, KabarViral79.Com - Hujan tak berhenti mengetuk Bireuen selama tujuh hari penuh. Langit yang kelabu seolah menyimpan beban besar yang tak lagi sanggup ditahannya.

Air yang jatuh tanpa jeda mengubah kota menjadi lanskap yang tak biasa—jalanan yang biasanya padat kendaraan kini berubah seperti aliran sungai, sementara rumah-rumah seakan berdiri di tengah kubangan air.

Di air yang menggenang itu, bukan hanya riak yang tampak. Lumpur dan serpihan dahan kayu ikut hanyut, menyebar ke mana-mana.

Bireuen seolah membawa wajah lain, wajah yang kelam dan tidak pernah dibayangkan warganya.

Bundaran Simpang Empat yang Berubah Menjadi Sungai Keruh

Di Bundaran Simpang Empat Bireuen, air mengalir deras seperti sungai kecil. Namun bukan itu saja yang membuat warga terkejut: airnya berwarna kecokelatan, dipenuhi lumpur yang lembek dan melekat di ban kendaraan.

Dahan-dahan kayu kecil terbawa arus, menumpuk di sudut-sudut bundaran, seolah menjadi bukti bahwa aliran air sudah menabrak banyak hal sebelum sampai ke pusat kota.

Pengendara yang melintas memperlambat laju kendaraan, sebagian bahkan berhenti karena takut tergelincir.

Lumpur yang menutupi aspal membuat jalan licin, sedangkan dahan-dahan yang terseret air menambah suasana seperti pascabanjir bandang.

Jalan Lintasan Nasional, Jalan Andalas, dan Jalan Ramai Tak Lagi Sama

Di jalan lintasan nasional, genangan keruh menyulitkan sopir untuk mengukur kedalaman air. Lumpur memenuhi permukaan, membuat ban mobil sulit mencengkeram.

Arus yang membawa dahan pohon dan sampah membuat jalur itu benar-benar tampak seperti sungai sementara yang melintasi kota.

Sementara di Jalan Andalas dan Jalan Ramai, para pedagang seperti sedang menghadapi perang kecil. Di depan ruko-ruko, lumpur menumpuk, dibawa dari jalan oleh arus air.

Dahan-dahan kayu berserakan di depan kios, menghambat pintu masuk, dan membentuk gundukan kecil setiap arus surut sebentar.

"Begitu air naik, yang masuk bukan cuma airnya—lumpur ikut masuk ke dalam," kata Safrizal seorang pedagang di Jalan Ramai yang sedang menyapu lumpur kental dari lantai tokonya.

Kawasan VOA dan Jalan Pengadilan Lama: dari Genangan Tenang ke Lumpur Pekat

Kawasan perkotaan VOA Bireuen, Jalan Listrik menampilkan pemandangan yang tak kalah buruk.

Lumpur berwarna cokelat pekat menutupi halaman rumah penduduk, memaksa mereka menghabiskan berjam-jam untuk membersihkan lantai dan pekarangan.

Sementara di sudut-sudut jalan, dahan pohon menumpuk sebagai pengingat bahwa air tak datang sendirian.

Pemilik Toko di Kawasan VOA, Bireuen terpaksa mengeluarkan barangnya pasca diterjang banjir bandang di kaswanti Kabupaten Bireuen. 

Di Jalan Pengadilan Lama, warga harus membuka akses dengan sekop dan kayu.

Bukan hanya air yang mengalir deras, tetapi juga campuran pasir, lumpur, dan potongan-potongan ranting yang menumpuk di perempatan jalan.

Drainase yang tak mampu menahan aliran membuat lumpur mengendap tebal, sehingga warga harus bekerja keras untuk kembali menampakkan permukaan jalan.

"Sampai lutut tadi malam. Dan pagi ini, lumpurnya setebal dua jengkal," tutur Muhammad Yani, seorang warga Kota Juang Bireuen sambil memperlihatkan bekas garis lumpur di dinding rumah.

Ada Sebutir Asa, Pesan Terselip di Balik Lumpur dan Runtuhan Alam

Dalam semua pemandangan itu—air yang mengalir seperti sungai, lumpur yang menumpuk, dahan kayu yang berserakan—tersimpan sebutir asa: sebuah peringatan kecil yang sebenarnya telah datang lama, tetapi tak banyak dihiraukan.

Lumpur adalah tanda bahwa aliran air tidak menemukan jalur yang semestinya.

Dahan kayu merupakan bukti bahwa arus air menggerus sisi-sisi kota, termasuk pepohonan di sekitar saluran dan parit.

Semua itu mengarah pada satu hal: sistem drainase Bireuen tidak lagi mampu menerima volume air yang turun.

Banyak drainase dangkal, parit tertutup bangunan, dan alur sungai yang menyempit.

Air tidak lagi punya tempat berlari, sehingga ia naik ke jalan, mengangkut apa pun di jalurnya—tanah, sampah, dahan, bahkan serpihan kayu yang robek dari akar pohon.

Harapan untuk Pembenahan Menyeluruh

Pemerintah Bireuen telah turun ke lapangan, namun warga menuntut lebih dari sekadar pembersihan sesaat.

Mereka ingin drainase baru, alur sungai yang dibenahi, serta pembongkaran bangunan yang telah menutup jalur air. 

Karena selama saluran itu masih tersumbat dan tertutup, lumpur dan dahan kayu akan tetap menjadi tamu tak diundang setiap hujan deras datang.

Bireuen Belajar dari Lumpur

Ketika air surut, jalanan meninggalkan jejak lumpur yang menebal, dahan kayu berserakan, dan aroma lembap yang menempel di udara.

Namun bagi banyak warga, semua itu bukan sekadar sisa banjir. Itu adalah pesan jelas bahwa kota ini membutuhkan pembenahan serius.

Ada sebutir harapan tanda kecil yang datang melalui derasnya hujan, pekatnya lumpur, dan runtuhan dahan kayu.

Sebuah isyarat bahwa Bireuen harus bergegas berubah sebelum air kembali datang dengan cerita yang lebih buruk. (Joniful Bahri) 

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »