PEKANBARU, KabarViral79.Com – Memilih meninggalkan suaminya di kampung, seorang wanita inisial DP harus menjalani hidupnya di penjara.
Seperti dilansir dari Liputan6.com, DP ditangkap karena mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi bersama kekasih gelapnya berinisial AD.
Dari kontrakannya bersama kekasihnya di Jalan Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Badan Narkotika Nasional (BNN) Riau menyita satu kilogram sabu. Turut pula disita 3.035 ekstasi warna kuning berbentuk tokoh kartun Minion.
"Hasil interogasi, perempuan ini sudah bersuami. Keduanya pengedar, sementara jaringannya masih didalami," kata Kepala Bidang Pemberantasan BNN Riau Ajun Komisaris Haldun, Rabu, 19 Juni 2019.
Dalam kasus ini, turut ditangkap tiga pria lainnya dan hingga kini masih diusut keterlibatannya. Ketiganya kedapatan berada di kontrakan kedua tersangka serta ikut melarikan diri ketika melihat petugas.
DP ditangkap di belakang rumah warga sekitar. Sementara kekasih gelapnya bersama tiga pria lainnya melarikan diri ke belakang mess karyawan salah satu perusahaan hingga ditangkap di sana.
"Penangkapannya Senin pekan ini, masih diusut siapa atasan kedua tersangka," ucap Haldun.
Pengakuan kedua tersangka, sudah ada enam kilogram sabu berhasil dijual. Keduanya sudah beberapa kali bertransaksi di Jalan Parit Indah dan Jalan Paus, Kota Pekanbaru.
"Info awal ada tujuh kilo sabu yang mereka pegang, sementara ekstasi belum terjual karena menunggu perintah dari orang atasnya," ucap Haldun.
Sepasang kekasih ini muncul ke permukaan setelah BNN Riau mendapat informasi dari masyarakat. Petugas sudah membuntuti gerak-geriknya empat bulan belakangan hingga keduanya tertangkap.
"Mungkin sudah empat bulan juga jadi pengedar, itu pengakuan keduanya," kata Haldun.
Setiap bertransaksi, sepasang kekasih ini tidak mengetahui calon pembelinya. Keduanya hanya menerima perintah dari atasan lalu mengantar sabu ke lokasi yang disepakati.
"Kan enggak masuk akal juga, tidak tahu siapa yang membeli, padahal sudah berkali-kali dilakukan," jelas Haldun.
Kini, petugas tengah mencari jejak atasan kedua tersangka. Jika atasan keduanya tertangkap, barulah nantinya diketahui jaringan mana yang dikendalikan kedua tersangka.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 juncto 132 ayat 1 dan atau Pasal 112 ayat 2 juncto Padal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Ancaman Hukuman bagi Pengedar Narkoba
Sebagai wujud dari keseriusan negara untuk menangani permasalahan narkotika yang semakin merebak sampai ke pelosok negeri, maka aturan yang telah ada sebelumnya yakni UU No. 7 tahun 1997 diperbaharui dengan dibuat dan disahkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Untuk memberi pemahaman yang jelas dalam UU ini, perlu mengikuti perkembangan mulai dari jenis narkotikanya, proses kejahatannya, hingga penyebutan istilah-istilahnya.
Melansir dari Hukumonline.com, klasifikasi pembagian golongan narkotika pada UU ini dibagi menjadi 3 jenis golongan yang termasuk kategori narkotika.
Kategori pembagian jenis Golongan Narkotika adalah sebagai berikut :
Golongan I , Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat antara lain Ganja, Sabu-sabu, Kokain,Opium, Heroin, dll;
Golongan II, Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat antara lain Morfin, Pertidin dll;
Golongan III, Jenis Narkotika yang secara umum dikenal masyarakat antara lain Kodein, dll.
Seyogianya narkotika dapat digunakan dengan cara-cara yang diatur dalam UU. Narkotika juga dapat digunakan untuk penelitian, pendidikan, medis (kesehatan), dan lain lain.
Namun dalam UU ini, juga diatur mengenai narkotika yang dimiliki, diproduksi, dibawa, digunakan tidak sesuai aturan atau secara melawan hukum.
Salah satu hal yang cukup mendetail dijelaskan juga dalam UU ini adalah terdapat klasifikasi pembagian “cap” bagi orang yang terlibat dalam narkotika.
Pembagian klasifikasi pada UU ini berbeda pada pembagian secara umum yang sering disebut masyarakat yaitu pengedar narkotika dan pengguna narkotika.
Namun dalam UU ini secara implisit dijelaskan lagi mengenai siapa saja yang dapat disebut pengedar berdasarkan perannya dan siapa saja yang dapat disebut Pengguna. Penjelasannya sebagai berikut:
Pengedar Narkotika, terdapat beberapa penyebutan sesuai dengan perannya masing-masing, yakni :
Pihak yang memproduksi Narkotika secara melawan hukum (Pasal 1 angka 3 jo Pasal 113);
Pihak yang Meng Impor Narkotika secara Melawan Hukum (Pasal 1 angka 4 jo Pasal 113);
Pihak yang meng Ekspor Narkotika scara melawan hukum (Pasal 1 angka 5 jo Pasal 113);
Pihak yang melakukan Pengangkutan atau Transito Narkotika secara melawan hukum (Pasal 1 angka 9, 12 jo Pasal 115);
Pihak yang melakukan Peredaran Gelap Narkotika dan Preskusor Narkotika (Pasal 1 angka 6 jo 111,112, 129).
Pengguna Narkotika, juga terdapat beberapa penyebutan, yakni :
Pecandu Narkotika (Pasal 1 angka 13 jo Pasal 54 jo Pasal 127);
Penyalahguna Narkotika (Pasal 1 angka 15 jo Pasal 54 jo Pasal 127).
Sebenarnya sudah cukup jelas bagi masyarakat mengenai jenis-jenis narkotika yang dilarang diproduksi, dijual atau digunakan tanpa izin dari pihak yang berwenang yang diatur dalam UU ini.
Jika masyarakat melanggar aturan dengan memproduksi, mengedar, memakai narkotika secara melawan hukum/tanpa izin (hak), maka sanksi pidanalah yang akan dijalani bagi masyarakat tersebut sesuai dengan peran perbuatan yang dilakukannya.
Penerapan Pasal-Pasal Pidana
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengenai golongan/jenis dan klasifikasi peran pihak yang berkaitan dengan narkotika, maka dalam UU ini telah diatur pula mengenai sanksi-sanksi pidana bagi pihak yang melanggar ketentuan di atas.
Bagi pihak yang memproduksi, pengedar/penjual atau perantara tentu sanksi hukumannya lebih berat dari pada pihak yang hanya menggunakan saja.
Namun dalam klasifikasi pengedar pun dibagi lagi sesuai perannya, apakah sebagai pihak bandar besar yang memproduksi narkotika, atau hanya sebagai penjual saja, ataupun sebagai kurir/perantara saja.
Sanksi pidana dalam UU ini diatur mulai dari Pasal 111 s/d Pasal 148. Kurang lebih 37 Pasal mengatur mengenai sanksi-sanksi pidana yang dapat diterapkan atas perbuatan atau keadaan/peristiwa yang bermacam jenis.
Namun dalam praktik yang terjadi, pasal yang mendominasi, secara umum sering digunakan para penegak hukum (BNN, Polisi, Jaksa, Hakim) adalah Pasal 111, 112, 113, 114 Jo 132. Dan pasal yang jarang dikenakan adalah Pasal 127.
Adapun Pasal 111, 112, 113, 114 jo 132 adalah pasal sanksi pidana yang dapat diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika untuk mengedarkan, menjual atau pihak yang menjadi kurir (perantara).
Sedangkan Pasal 127 adalah pasal yang dapat diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika sebagai penyalahguna atau pecandu.
Adapun sanksi penjara pada Pasal 111, 112, 113, 114 adalah minimal 4 tahun dan maksimal hukuman mati.
Sedangkan sanksi pada Pasal 127 adalah rehabilitasi atau maksimal penjara 4 tahun. Terdapat hukuman penjara yang cukup berbeda/signifikan antara pasal tersebut.
Dari penjelasan di atas, pada Pasal 1 angka 13 dan angka 15 UU ini mengatur mengenai dua klasifikasi dari pengguna narkotika (penyalahguna dan pecandu). Yang sesungguhnya menjadi semangat atau landasan filosofis dari diperbaharuinya UU Narkotika ini, selain untuk pencegahan dan pemberantasan narkotika, juga memiliki semangat untuk melindungi dan menyelamatkan para generasi muda yang telah menjadi pengguna narkotika.
Dalam UU ini, para pengguna narkotika disebut juga sebagai korban dari peredaran Narkotika tersebut. Karena semakin banyaknya peredaran narkotika, maka semakin banyak pula penyalahguna atau pecandu yang terjerat.
Oleh karenanya negara/pemerintah dalam hal ini ikut campur dalam proses pencegahan maupun pemberantasan, namun juga pada proses penyelamatan/perlindungan bagi generasi muda secara masif yang telah banyak menjadi korban narkotika.
Negara/pemerintah membuat suatu badan yang khusus, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan tugas pokoknya menangani permasalahan Narkotika, bukan hanya pencegahan dan pemberantasan, namun juga sampai kepada tahap penyelamatan/rehabilitasi bagi orang yang telah terkena menjadi penyalahguna atau pecandu narkotika.
Pemerintah juga memberikan anggaran yang cukup besar untuk membuat panti-panti rehabilitasi, dan bekerjasama dengan rumah sakit negeri maupun swasta untuk ikut menyelamatkan korban penyalahguna atau pecandu narkotika ini. (*)