SURABAYA, KabarViral79.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Dardak di Gedung Gubernuran Jatim, Jalan Pahlawan, Surabaya, Rabu, 22 Desember 2022.
Tampak para penyidik yang hadir mengenakan kemeja dan menggunakan ransel. Ada pula yang mengenakan rompi berwarna krem bertuliskan KPK.
Petugas keamanan gedung menyebut, penyidik sudah tiba di gedung Gubernuran Jatim sejak pagi kemarin.
“Sudah dari tadi sekitar jam 10.00-11.00 WIB-an tadi,” kata salah satu Sekuriti.
Kemudian, penyidik memasuki satu per satu ruangan. Mulai dari ruang Sekda hingga ruang Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim yang berada di lantai dua.
Sejumlah penyidik KPK lebih dulu masuk ke gedung Sekretariat Daerah yang terletak di belakang Gedung Kantor Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim.
Setelah itu, dua penyidik KPK memasuki gedung yang terdapat ruangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim di dalamnya.
Penyidik antirasuah itu kemudian terlihat memasuki ruang kerja Khofifah pukul 17.00 WIB. Sekitar pukul 17.30 WIB, beberapa orang penyidik itu kemudian keluar dari ruang kerja Khofifah.
Penyidik lainnya kemudian terlihat memasuki ruang kerja Sekdaprov Adhy Karyono, dan sebagian lagi ke ruang kerja Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak.
Setelah sekian lama mengobok-obok ruang kerja kepala daerah, KPK membawa tiga koper yang berisi barang bukti.
“Yang bawa koper, yang bawa koper itu. Iya itu (berisi barang bukti),” kata salah satu penyidik KPK.
Diketahui, KPK terus mendalami kasus suap dalam pengelolaan dana hibah di Provinsi Jatim, yang menjerat Wakil Ketua DPRD, Sahat Tua P. Simandjuntak dan tiga orang lainnya.
Sebelumnya diberitakan, KPK mengamankan uang tunai sekitar Rp1 miliar saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Sahat dan kawan-kawan. Hal itu terungkap dari kronologi tangkap tangkap yang disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis malam, 15 Desember 2022.
“Turut pula diamankan uang tunai dalam bentuk pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing berupa dolar Singapura dan dolar AS dengan jumlah sekitar Rp1 miliar,” kata Johanis.
Dalam OTT itu, Tim KPK menangkap empat orang di wilayah Jatim pada Rabu, 14 Desember 2022, sekitar pukul 20.30 WIB, yaitu STPS, Rusdi (RS) selaku staf ahli STPS, Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abdul Hamid (AH), dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.
Jonahanis mengatakan, KPK menerima informasi dari masyarakat mengenai dugaan adanya penyerahan sejumlah uang kepada anggota DPRD Provinsi Jatim atau yang mewakilinya, terkait pengurusan alokasi dana hibah.
Pada Rabu, 14 Desember 2022, kata dia, tim KPK mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari AH kepada RS di salah satu mall di Surabaya.
“Masih di hari yang sama sekitar pukul 20.30 WIB, tim KPK secara terpisah mengamankan beberapa pihak di lokasi berbeda,” ungkap Johanis.
STPS dan RS ditangkap di Gedung DPRD Provinsi Jatim. Sedangkan AH dan IW masing-masing ditangkap di kediamannya di Kabupaten Sampang, Jatim.
“Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK,” kata dia.
KPK kemudian melakukan penyelidikan dalam upaya menemukan adanya peristiwa pidana sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan meningkatkan status kasus itu ke tahap penyidikan.
Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup, penyidik menetapkan sebanyak empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pengelolaan dana hibah di Provinsi Jatim.
Tersangka penerima, yakni STPS dan RS, sementara tersangka pemberi ialah AH dan IW. Sebagai penerima, STPS dan RS disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
AH dan IW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/red)