LEBAK, KabarViral79.Com – Seperti dua sisi mata uang, aktivitas penambangan batu bara yang dilakukan oleh masyarakat, khususnya di wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan (Cihara, Panggarangan, Bayah, dan Cilograng), kerap menimbulkan pro dan kontra serta menjadi persoalan sosial yang tak kunjung selesai, Sabtu, (12/7/2025).
Di satu sisi, pertambangan rakyat, terutama yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, menjadi sumber mata pencaharian utama dan penghidupan. Namun di sisi lain, aktivitas penambangan batu bara skala kecil ini juga memunculkan persoalan hukum karena tidak memiliki perizinan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Menyikapi persoalan tersebut, anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Lebak, Samboja Uton Witono, menyampaikan bahwa langkah yang harus diambil adalah dengan melakukan perubahan sistem, terutama terkait regulasi perizinan. Menurutnya, kewenangan perizinan yang saat ini ada di pemerintah pusat harus dikaji ulang agar pengurusan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) menjadi lebih efektif, efisien, dan mempermudah pelayanan publik kepada masyarakat.
“Selaku wakil rakyat, setelah mendengarkan keluhan, saran, dan harapan dari konstituen saya, saya memohon kepada pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten, agar segera mendorong pengembalian kewenangan perizinan penambangan rakyat (IPR) ke daerah. Ini perlu dilakukan agar masyarakat lebih mudah dalam mengurus perizinannya. Selain itu, hal ini juga dapat mendongkrak pendapatan dan pajak daerah,” ujar Samboja, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi IV yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).
Melihat persoalan yang terus berulang dan menimpa konstituennya di wilayah Lebak Selatan, Samboja juga berharap pemerintah—baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif—dapat hadir memberikan perlindungan, pembinaan, dan pendampingan kepada masyarakat, khususnya pelaku usaha penambangan skala kecil.
Pemerintah dinilai perlu menyederhanakan prosedur perizinan, menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), serta memberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang jelas dan terarah.
Selain itu, pemerintah dan pihak terkait juga diharapkan memberikan pembinaan kepada masyarakat penambang mengenai praktik pertambangan yang baik, pengelolaan lingkungan, serta keselamatan kerja.
“Kehadiran pemerintah dalam arti dipermudahnya akses perizinan penambangan rakyat diharapkan dapat menekan konflik sosial yang selama ini terjadi antara masyarakat pelaku tambang dengan oknum yang memanfaatkan kelemahan dari sisi legalitas. Intinya, mereka bukan tidak tahu aturan atau sengaja berbenturan dengan hukum. Namun, apa boleh buat? Lapangan kerja formal terbatas, sementara kebutuhan hidup harus dipenuhi. Akhirnya, sebagian masyarakat memilih menambang demi bertahan hidup. Ironisnya, mereka justru dijadikan asas manfaat dan bulan-bulanan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegas Samboja.
Sementara itu, berdasarkan hasil penelusuran tim redaksi dari berbagai literatur, zona tambang di Kabupaten Lebak pada tahun 2025 belum dapat dipastikan secara spesifik. Namun, berdasarkan informasi yang tersedia, Kabupaten Lebak memiliki potensi wilayah pertambangan yang terbagi ke dalam beberapa kategori, yakni Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), serta Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Meski demikian, potensi WPR belum diatur secara tegas dalam Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang Wilayah.
(*/Red)