-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Pecandu Narkoba Ini Insaf, Kini Jadi Asisten Pemimpin Pondok Pesantren

By On Sabtu, Juni 08, 2019


KabarViral79.Com – Dia lama hidup bebas. Bagi orang seperti itu, bukan perkara gampang untuk langsung bisa betah tinggal di pondok pesantren yang memiliki banyak peraturan. Dia mengakui pada fase awal hidup mondok, terkadang terbersit pikiran untuk kabur saja.

Bulan kedua setelah menjalani berbagai terapi, dia mulai merasakan efek positif. Dia terkejut baru kali itu pikirannya tetap tenang, walau tidak memakai narkoba. Padahal, dulu pasti dia sudah panik dan stres bukan main.

Kini, dia sama sekali sudah lepas dari narkoba. Dia mengatakan kepada dirinya, cukup sampai di sini saja kehidupan kelam. Waktunya untuk bangkit dan bermanfaat bagi sesama.

Usai salat tarawih, lantunan ayat-ayat Alquran terdengar merdu dari dalam Pondok Pesantren At-Tauhid, Jalan Gayamsari Selatan II, nomor 41A, RT 3, RW 3, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah.

Seperti dilansir dari Akurat.co, salah satu santri bernama Luthfi Arif bercerita tentang perjalanannya sampai ke pondok yang didirikan Kiai Haji Muhammad Sastro Sugeng Al Hadad pada 5 Mei 1997.

Pria berusia 45 tahun itu memiliki perjalanan hidup yang kelam. Dulu, warga Kota Lamongan ini seorang pecandu narkoba. Tiada hari tanpa ngefly. Arif mulai mengenal narkoba sejak bekerja menjadi tukang las di pelabuhan Singapura.

Kepada awak media, Arif pun mempraktikkan cara yang biasa dia lakukan ketika memasukkan narkoba ke dalam rokok. Narkoba, bagi dia sudah seperti makanan sehari-hari. Saking ketagihan, dia lebih memilih tidak bisa makan ketimbang tidak menghisap barang haram. Setiap kali merokok, dia pasti menaruhnya di dalam tembakau rokok.

Setelah sekian lama hidup dengan kecanduan narkoba, ada salah satu momen yang kemudian membuat dia tersadar.

Suatu ketika, dia mendapat masalah serius. Dia merasa sudah tidak bisa keluar dari kecanduan. Tapi, dia mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak bisa membeli narkoba lagi.

Yang terjadi kemudian, hidupnya tidak pernah tenang. Makin lama, Arif merasa kehidupannya semakin terpuruk. Pada masa sulit itu, dia pernah mendapatkan mimpi. Dia bertemu seorang kiai berambut gondrong. Belakangan, Arif sadar kiai itu ternyata Kiai Sastro Sugeng yang menolongnya keluar dari kecanduan.

Dalam mimpi itu, kiai memberi petunjuk kepada Arif supaya pergi ke pondok pesantren di kawasan barat, Kota Semarang. Mimpi itu selalu terngiang-ngiang terus.

Arif kemudian benar-benar menjalankan petunjuk. Hampir lima hari dia melakukan perjalanan dari Lamongan ke Kota Semarang untuk mencari pondok pesantren yang sebelumnya sama sekali tak pernah terbayangkan.

Arif merasa ada yang menuntunnya dan dia berhasil menemukan pondok pesantren sebagaimana yang ditunjukkan lewat mimpi. Pondok itu bernama Pondok Pesantren At-Tauhid. 

Sejak 2007, Arif menjadi santri At-Tauhid. Suatu hari, dia sowan ke rumah seorang kiai. Dia kaget bukan main, kiai tersebut memiliki wajah seperti yang pernah mendatanginya dalam mimpi.

“Iya sangat kaget saya, persis banget. Mulai dari wajah, badan dan juga rambut gondrongnya juga sangat mirip. Entah ini mungkin hidayah Tuhan untuk saya,” kata dia.

Arif lama hidup bebas. Bagi orang seperti itu, bukan perkara gampang untuk langsung bisa betah tinggal di pondok pesantren yang memiliki banyak peraturan. Dia mengakui pada fase awal hidup mondok, terkadang terbersit pikiran untuk kabur saja.

Tetapi dia segera menengok ke belakang. Betapa kehidupannya kacau balau dan kemudian sampai pada titik ingin menata hidup. Kemudian, dia berusaha memandang ke depan.

Di bulan pertama tinggal di pondok pesantren, dia mengikuti berbagai terapi spiritual untuk keluar dari kecanduan. Salah satunya dengan cara disuruh minum air yang sudah dibacakan Selawat Nariyah oleh kiai.

Terapi lainnya, Arif disuruh berendam dalam kolam yang airnya juga sudah diberi doa-doa. Tujuan terapi ini supaya keinginan untuk memakai narkoba melemah.

Bulan kedua setelah menjalani berbagai terapi, Arif mulai merasakan efek positif. Dia terkejut baru kali itu pikirannya tetap tenang, walau tidak memakai narkoba. Padahal, dulu pasti dia sudah panik dan stres bukan main.

“Awalnya memang sangat sulit, namun seiring berkembangnya waktu saya bisa beradaptasi. Bulan kedua seingat saya sudah ada perkembangan yang cukup baik dibanding dengan bulan-bulan sebelumnya,” katanya.

Dia semakin kerasan tinggal di pondok. Dia juga mulai aktif secara sukarela mengikuti berbagai kegiatan bersama-sesama santri yang juga berlatarbelakang dunia hitam. Arif bertekad untuk sembuh dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia semakin rajin mengikuti semua kegiatan religi, seperti membaca yasin, tahlil, manakib, dan Selawat Nariyah.

“Kegiatan rutinan Senin-Minggu, salat Subuh berjamaah, serta tadarus Alquran,” kata dia.

Selain mengikuti program rehabilitasi, Arif dan santri-santri lainnya juga diberi pelatihan-pelatihan.

Arif sama sekali sudah lepas dari narkoba. Dia mengatakan kepada dirinya, cukup sampai di sini saja kehidupan kelam. Waktunya untuk bangkit dan bermanfaat bagi sesama.

Arif bersyukur. Berkat perjuangan yang tak kenal menyerah, akhirnya dia merasa benar-benar lepas dari ketergantungan narkoba.

Sampai di kemudian hari, Arif dianggap sudah baik dan berpengalaman sebagai pecandu maupun orang yang sudah berhasil lepas dari kecanduan.

Berkat pengetahuan itu, dia mendapatkan kepercayaan untuk membantu program rehabilitasi pasien yang datang ke pondok At-Tauhid.

Dia kemudian dipercaya menjadi asisten pemimpin pondok pesantren. Tugasnya menjadi pengontrol beberapa program kegiatan.

Di pondok pesantren ini pula, selain berhasil menjadi pribadi yang percaya diri, dia menemukan pasangan hidup. Dia dijodohkan kiai dengan salah seorang santri putri 2008.

“Saya sangat bersyukur karena dijodohkan kiai dan diberikan salah satu santrinya yang saat ini telah ia pinang. Ia berharap hasil dari pernikahan itu bisa berkah dunia dan akhirat,” katanya.

Usia Arif sekarang sudah berkepala dua. Dia tidak mau anak-anaknya terjerumus ke dunia narkoba. Arif menjadikan masa lalunya sebagai bahan refleksi dalam mendidik keturunan.

Arif mengajak anak-anaknya untuk belajar di At-Tauhid agar spiritual mereka tidak kering. Selain belajar keagamaan, mereka juga bisa belajar dari pengalaman orang-orang yang menjalani program rehabilitasi.

“Kalau langsung melihat orang yang direhab kan dia jadi langsung tahu kalau narkoba merupakan sesuatu yang sangat berbahanya dan sangat merugikan bagi masa depannya,” kata dia.

Sepintas, At-Tauhid seperti pondok pesantren pada umumnya. Pondok pesantren ini sejak 2004 resmi menjadi Yayasan Rehabilitasi At-Tauhid. Pada 2008, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Semarang menunjuk At–Tauhid menjadi Mitra Binaan Badan Narkotika Kota Semarang sebagai Pondok Rehabilitasi Narkoba.

Ribuan orang bermasalah pernah datang ke sana, mulai dari pecandu narkoba sampai calon anggota legislatif stres gara-gara kalah dalam pemilu. Mereka datang ke sana untuk sembuh.

“Iya mas, yang datang ke pondok ini tidak hanya orang pecandu lho, orang-orang yang broken home, stres karena diceraikan, bahkan caleg yang kalah saat pemilu banyak yang mondok di sini,” kata Arif.

Sudah banyak cerita positif dari orang-orang yang pernah menjalani terapis spiritual di pondok tersebut. Sejak 2003 sampai awal 2018, At-Tauhid bekerjasama dengan pemerintah telah memulihkan 747 pecandu narkoba.

Selama di Pondok Pesantren At-Tauhid, santri tak hanya mendapatkan pelajaran keagamaan, mereka juga mendapatkan pelatihan menjadi wirausaha. 

Saat ini, sudah banyak alumni At-Tuhid yang mempunyai usaha secara mandiri. Bahkan tercatat lima alumni berhasil mendirikan pondok dengan konsep seperti At-Tauhid.

Suatu hari, Arif juga ingin mengikuti jejak lima alumnus itu, membangun pondok pesantren di Lamongan. Dia ingin membantu lebih banyak orang keluar dari berbagai persoalan hidup.

“Tujuan kami hanya ingin santri sukses di dunia dan akhirat. Bermanfaat bagi sesama,” kata Ketua Institusi Penerima Wajib Lapor At-Tauhid, Kiai Singgih Yongki Nugroho. 

Menurut kiai yang memiliki ciri khas rambut panjang itu, dalam menjalani kehidupan, manusia harus selalu bersikap bijaksana dan tidak mudah putus asa.

“Harus belajar konsep lembah ing manah (berhati luas dan lapang) dan lakune topo pendem (setiap perbuatan baik yang dilakukan sebisa mungkin tidak diketahui banyak orang). Kalau Anda sedang dicela orang, jangan dibalas dengan celaan. Tapi, balaslah dengan budi pekerti yang baik,” kata dia.

Kiai Singgih mengatakan hidup di dunia hanya sebentar. Ibarat orang mampir untuk minum air.

“Usia manusia rata-rata 60-70 tahun. Maka harus bisa bermanfaat,” kata dia. (*)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »