-->

Berita Terbaru

Subscribe Here!

Enter your email address. It;s free!

Delivered by FeedBurner

Mengingat Kata Almarhum Saifannur: Bila Ada Tempat Singgah, Kilometer 26 dan 27 Bireuen – Takengon Tidak Angker Lagi

By On Selasa, Juni 30, 2020

Mussala “Jabbal Saifannur di Kilometer 26 Bireuen – Takengon kini mulai tertata rapi, menjadikan komplek itu sebagai objek wisiat religi. 
BIREUEN, KabarViral79.Com – Dulu, menelusuri Jalan Nasional Bireuen – Takengon mulai Kilometer 25 hingga Kilometer 29 Kawasan Cot Panglima, Krueng Simpo, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, Aceh, ada kesan seram dan misteri, terlebih ketika mendadak turun hujan menjelang sore harinya.

Cerita itu pernah tersirat bagi semua warga yang sering melintas ke dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah, dan sebaliknya warga Takengon menuju Kota Bireuen kala itu.

Dari arah Bireuen ke Takengon, maka hampir sepanjang jalan mulai dari pendakian pertama, Kawasan Teupin Mane, Kecamatan Juli, Bireuen, suasana jalannya mulai berliku, ibarat mengikuti irama dansa.

Tak hanyal, memasuki Kilometer 25, setiap warga yang melintas baik dengan sepeda motor maupun kendaraan roda empat harus menunggu. Menunggu agar bisa beriringan dengan kendaraan lain saat memasuki kilometer 26 hingga kilometer 39 Cot Panglima.     

Kisah ini, mengingat kembali sebelum lintasan tengah, Jalan Bireuen – Tekengon itu di bangun oleh PT. Mutiara Aceh Lestari, tak lain perusahaan putra Bireuen, Almarhum H Saifannur sebelum ia mencalon diri sebagai Bupati.

Dalam perjalanan, pembangunan ruas jalan dan pengerukan tebing gunung yang mulai dikerjakan Febuari 2011 itu, sepanjang jurang yang dalam dan mematikan itu ikut tertibun, sehingga badan jalannya itu melebar. 

Kala itu, pengerukan tebing dan pelabaran jalan yang dikerjakan oleh perusahaan PT. Mutiara Aceh Lestari, akhirnya rampung April 2012 ikut mengerahkan 30 unit alat berat,  melibatkan sedikitnya 70 tenaga kerja agar ruas jalan ke Gayo itu rampung.

“Sebenarnya jalan lintasan Bireuen - Tekengon ini merupakan jalan peninggalan jaman Belanda, dan baru kali ini dirintis kembali, sehingga banyak kendala yang dihadapi selama dikerjakan, termasuk biaya operasioanal yang dikeluarkan,” ujar almarhum H Saifannur kala itu.

Setelah penyelesaian akhir, baik pengerukan dan pemotongan gunung serta pembangunan drainase disisi kaki gunung, lalu dilanjutkan pembangunan pengaspalan jalan yang membutuhkan waktu hingga setahun. Usai pengerasan dasar, maka kualitas badan jalan yang telah dilakukan pelebarannya itu bisa bertahan hingga anak cucu.

“Bila suatu saat nanti, bila umur saya panjang, maka di kawasan pertengahan atau di Kilometer 26, saya akan membangun sebuah tugu. Atau sebuah bangunan tempat singgah, agar jalan lintasan Bireuen Takengon ini tidak dianggap angker,” ujar almarhum Saifannur mengingatkan penulis Maret tahun 2012 lalu.

Fakta itu ternyata diwujudkan almarhum H Saifannur, dan di tengah rimba belatara diantara himpitan tebing gunung dan jurang yang dulu dianggap angker, kini berubah menjadi lokasi wisata regili keluargra dan pelintas.

“Tidak tertutup kemungkinan, suasananya berubah seiring denyut berkembangnya dataran tinggi Gayo saat ini. Sebab jalan lintas Bireuen – Takengon merupakan jalan yang memiliki panaroma alam yang khas bagi penikmat wisata alam,” ujar Pardamuan  Rambe, rekan wartawan dari Medan, Sumetara Utara, yang kebetulan singgah di Bireuen usai pulang dari Takengon, Selasa, Juni 2020 siang.

Kata P Rambe, kondisi itu tentu sangat tergentung pemikiran pimpinan daerah serta peran nyata Dinas Pemuda, Olahraga dan Parawisata daerah yang berkeinginan, mengembangkan wisata daerah agar dapat mendongkrak sektor ekonomi masyarakat.

Kini, bangunan mussala yang telah dibangun almarhum H Saifannur direncanakan akan diresmikan dalam waktu dekat ini, dan mussala itu menyandang nama “Jabbal Saifannur” atau bukit Saifannur menjadikan awal denyut wisata alam di tengah rimba Cot Panglima.

Mussala yang dinilai unik dengan warna khas kuning, dan hijau dan diyakini warna kesukaan almarhum itu, begitu indah bila dilihat dari celah-celah bukit, baik di Kilometer 25 atau kawasan Kilometer 28.

Kehadiran lokasi wisata regili “Jabbal Saifannur” akan menjadikan tempat singgah bagi pelintas, terlebih di kawasan itu memiliki panorama alam bukit nan indah. Warga yang melintas juga bisa munuaikan salat di lokasi itu, sambil menikmati alam ciptaan Allah. 

Lokasi Mussala itu kini mulai ditata oleh keluarga almarhum H Saifannur usai dibersihkan beberapa pekan lalu ikut telah ditanami bunga di sekeliling komplek itu.

“Selama ini memang kawasan ini agak sepi, tapi belakangan setelah dibersihkan mussala ini, warga mulai turun sebentar sambil istiharahat bersama keluarganya. Kebanyakan warga dari luar Bireuen,” ujar Nurmadiyah, warga Krueng Simpo yang membuka warung di pinggir mussala  Jabbar Saifannur. (Joniful)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »