SERANG, KabarViral79.Com - Soal adanya syarat kualifikasi Sisa Kemampuan Paket (SKP) dari salah beberapa badan usaha jasa konstruksi yang diduga melewati batas ketentuan (over limit) sesuai dengan aturan standar pedoman pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui penyedia, khusus di pekerjaan konstruksi.
hingga kini belum juga mendapat tanggapan dari pihak terkait terlebih PPK sebagai penanggung jawab pelaksanaan kegiatan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Provinsi Banten
Mengenai Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai salah satu syarat kualifikasi bagi penyedia dalam mengikuti seleksi administrasi pengadaan barang/jasa harusnya tidak boleh diabaikan oleh semua pihak didalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Seperti diungkapkan kordinator LSM PAKKSA, Aang Ubay, mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat klarifikasi terkait SKP ke DPRKP Provinsi Banten seminggu yang lalu tapi sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak Dinas.
"Dilatarbelakangi terhadap diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Perubahan atas Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018, tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, diyakini dapat memperluas kesempatan berusaha dan meningkatkan partisipasi usaha mikro dan usaha kecil dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah," ungkap Aang Ubay, saat disambangi kabarviral79.com, Jum’at (15/10/2021).
Lanjut Dijelaskan Aang Ubay, Salah satu yang dimaksud ialah syarat Sisa Kemampuan Paket (SKP) dan Kemampuan Keuangan sesuai dengan aturan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) No 12 Tahun 2021 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah melalui penyedia mencabut Peraturan LKPP No 9 tahun 2018, serta acuan Permen PUPR No 14 Tahun 2020 tentang standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi melalui penyedia.
"Sisa Kemampuan Paket merupakan batas maksimal jumlah pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penyedia pekerjaan konstruksi dalam waktu yang bersamaan dengan penandatanganan kontrak pengadaan, dengan rumus SKP = 5 – P (dimana P adalah pekerjaan yang dikerjakan)" jelas ubay.
"Pada dasarnya penyedia tetap diperbolehkan melaksanakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang bersamaan, asalkan belum melewati jumlah maksimal seperti yang terhitung di SKP, yakni hanya 5 Paket saja," tambah Aditya.
Dikatakan Ubay, persyaratan kualifikasi SKP seperti pada aturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan konstruksi digunakan untuk mengukur batasan kemampuan paket yang bisa di tangani oleh usaha kecil, yang berarti bahwa pada pekerjaan atau paket ke 6,7,8 atau seterusnya yang dimiliki penyedia itu haruslah dibatalkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Sebelum salah satu dari 5 paket yang secara bersamaan waktu pelaksanaan tersebut dinyatakan telah selesai dilaksanakan, dan atau dinyatakan telah selesai dikerjakan. Dinyatakan dalam naskah berita acara serah terima atau BAST," kata Ubay.
"Pada dokumen kualifikasi atau dokumen penawaran yang di upload oleh penyedia mencakup beberapa formulir data detail penyedia, termasuk formulir data pekerjaan yang sedang dilaksanakan semestinya diisi secara jujur oleh penyedia, harus diisi sebagai keterangan pernyataan peserta penyedia, Jangan sampai disepelekan, dipalsukan atau sengaja dikosongkan. Ini yang harus kita perhatikan, jangan sampai kecolongan dan dikemudian hari dinyatakan bermasalah," terang Ubay.
Tertuang dalam dokumen pemilihan pengadaan langsung “Apabila ditemukan bukti peserta tidak mengisi daftar pekerjaan yang sedang dikerjakan walaupun sebenarnya ada pekerjaan yang sedang dikerjakan. Sehingga, pekerjaan tersebut menyebabkan SKP peserta tidak memenuhi (melebihi batasan ketentuan).
Maka dapat dinyatakan Gugur, dikenakan Sanksi Daftar Hitam, dan Pencairan Penawaran (apabila ada)” berarti semua pekerjaan yang melebihi SKP itu kontraknya tidak sah dan harus dibatalkan dan jika pekerjaan sudah selesai dan sudah dicairkan oleh penyedia harus dikembalikan ke kas daerah dikarnakan kontrak cacat batal demi hukum.
Terakhir, perlunya juga diperhatikan bahwa, hal itu pun tidak terlepas pada peran dan tanggung jawab dalam evaluasi Unit Layanan Pengadaan/Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (ULP/UKPBJ), kewenangan serta kebijakan Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran BB(KPA)/Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Penandatanganan Kontrak (PPK) di kegiatan tersebut?. (Wel)