BIREUEN, KabarViral79.Com – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen, Munawal Hadi, S.H., M.H didampingi Kasi Pidum Dedi Maryadi,S.H, M.H serta Jaksa Fasilitator melakukan upaya penghentian penuntutan terkait perkara penganiayaan berdasarkan Keadilan Restorative (Restorative Justice) terhadap tersangka dan korban, di Ruang Rapat Kajari setempat, Rabu, 12 Juli 2023.
Kasus penganiayaan tersebut ikut melibatkan tersangka berinisial MT dengan korban berinisial M, warga di salah satu kecamatan di Kabupaten Bireuen.
Baca juga: Kejari Bireuen Berhasil Damaikan Tersangka dan Korban Kasus Penadahan
Kajari Bireuen, Munawal Hadi kepada wartawan, Rabu, 12 Juli 2013 menjelaskan, awalnya kejadian penganiayaan tersebut disebabkan oleh tersangka MT, yang melarang korban M yang merupakan kakak tiri dari tersangka MT, untuk menjenguk Ibu kandung korban M yang sedang sakit. Alasan korban M semasa ibu sakit tidak mengurusnya sehingga terjadilah adu mulut dan penganiayaan.
“Akibat perbuatannya tersebut tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana yang menyebutkan, penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp.4.500,” katanya.
Diakui Munawal Hadi, hasil yang dicapai dalam upaya proses perdamaian tersebut, tersangka MT dan korban M menyetujui proses perdamaian yang disampaikan penuntut umum selaku fasilitator.
Keduanya sepakat untuk melaksanakan perdamaian pada hari Rabu, 12 Juli 2023, bertempat di Kantor Kejari Bireuen.
Hasil kesepakatan perdamaian yang telah disepakati oleh tersangka MT dan korban M yaitu, tersangka sepakat untuk memberikan biaya pengobatan kepada korban M sebesar Rp.10 juta.
Baca juga: Kejari Bireuen Terima Dua Tersangka Kasus Sabu serta Barang Bukti dari Polda Aceh
Apabila tersangka tidak dapat melaksanakan kesepakatan perdamaian dalam jangka waktu 14 hari setelah pelimpahan tahap II, maka Penuntut Umum Selaku Fasilitator menyatakan proses perdamaian tidak berhasil dilaksanakan dalam nota pendapat dan laporan kepada Kajari Bireuen untuk persiapan pelimpahan perkara ke Pengadilan.
“Penuntut Umum selaku fasilitator membuka proses perdamaian setelah menjelaskan maksud dan tujuan serta tahapan pelaksanaan proses perdamaian (sesuai dengan pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021-red) dan selanjutnya kedua belah pihak bersedia untuk berdamai dengan menandatangani kesepakatan perdamaian,” sebut Munawal Hadi. (Joniful Bahri)