Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan karena adanya dugaan pungutan liar (pungli) pada program Bantuan Sosial Beras (BSB), Jaring Pengaman Sosial Covid-19 di Desa Karyasari, Kecamatan Sukaresmi.
Ketua AGMI Pandeglang, Yudistira dalam orasinya mengatakan, program BSB Jaring Pengaman Sosial Covid-19 di Desa Karyasari terindikasi kolusi, dan itu terlihat dari kebijakan yang diterapkan.
Baca juga: Wow! BSB Hanya Diterima 30 Kg Per KPM di Desa Karyasari
“Kami menduga dalam pengelolaan program BSB di Desa Karyasari terindikasi kolusi. Hal itu diyakini dari adanya sejumlah masyarakat selaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang membuat pernyataan bahwa hanya menerima sebanyak 30 kg per KPM, dimana yang seharusnya jumlah keseluruhan 45 kg per KPM,” pungkas Yudistira.
Masih dikatakannya, beredar informasi adanya pungli berdalih musyawarah dengan KPM, tetapi musyawarah tersebut merupakan permufakatan atau kerjasama melawan hukum antar penyelenggara.
“Jika memang pengurangan sebanyak 15 kg per KPM dalam realisasi pengelolaan program BSB-PKH berdalih musyawarah, maka kami menganggap permufakatan atau kerjasama itu adalah tindakan melawan hukum,” tutur Yudistira.
Yudistira menambahkan, dari surat pernyataan tertulis yang ditandatangani masing-masing KPM PKH hanya disalurkan sebanyak 30 kg per KPM.
“Seharusnya 30 kg per KPM, yaitu alokasi Agustus dan September serta Oktober sebanyak 15 kg per KPM. Jadi jumlah keseluruhan 45 kg per KPM, tetapi berbeda dengan fakta di lapangan keterangan dari 45 kg per KPM hanya disalurkan 30 kg,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, program BSB merupakan salah satu perluasan kebijakan dalam rangka penanganan dampak pandemi Covid-19, melalui pelaksanaan jaring pengaman sosial BSB bagi KPM PKH.
“BSB bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran KPM melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan beras selama pandemi Covid-19. Jadi dalam pengelolaannya harus mengacu kepada petunjuk teknis (pedum),” kata Yudistira.
Sementara itu, Ketua GPMI Pandeglang, Entis Sumantri mengatakan, seharusnya jumlah bantuan 15 kg per KPM per bulan selama tiga bulan alokasi Agustus dan Oktober 2020 harus direalisasikan seluruhnya, dan tidak ada lagi penyimpangan yang mengatasnamakan kebijakan apapun itu dalihnya.
Baca juga: Waduh! Ternyata Klaim Pendamping, Kades Sudah Diberikan Saran Namun Tak Digubris
“Pendistribusian bantuan harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jangan seenaknya menggunakan kebijakan di luar dari aturan yang telah ditetapkan, dan jika itu terjadi, maka patut dicurigai serta diselidiki,” ucap Entis Sumantri.
Entis Sumantri menjelaskan, sesuai jadwal penyaluran dilaksanakan mulai bulan September sebanyak 30 kg per KPM, yaitu alokasi Agustus dan September serta pada bulan Oktober sebanyak 15 kg per KPM, dan pelaksanaannya harus sesuia Petunjuk Teknis (Juknis) BSB yang disusun oleh Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai acuan dalam pelaksanaan BSB oleh semua pihak yang terlibat dalam penyediaan maupun penyaluran sampai diterima oleh KPM PKH.
“Para pihak pelaksana BSB dan Pemerintah Daerah dapat menggunakan Juknis BSB dengan sebaik-baiknya sebagai acuan pelaksanaan program BSB bagi KPM PKH untuk menghindari terjadinya penyimpangan,” harapnya.
Di tempat yang sama, Sekjen JPMI, Agi Ardiansyah menyesalkan adanya pengurangan dengan dalih musyawarah pada program BSB di Desa Karyasari. Menurutnya, apapun itu bentuknya harus sesuai dengan prosedur dalam penyaluran program.
“Kami sangat menyesalkan Juknis BSB di Desa Karyasari tidak dijadikan pedoman dengan sebaik-baiknya sebagai acuan pelaksanaan program BSB bagi KPM PKH,” pungkasnya. (Yockhie)